Oktober 05, 2014

Muslim yang Disiplin



Muslim yang Disiplin
Salah satu dari kekurangan muslim secara umum adalah perilaku disiplin. Secara umum mayoritas individu yang berasal dari negara berkembang terkena penyakit ini. Secara definisi, disiplin adalah kemauan yang instan untuk taat dan hormat pada aturan yang berlaku baik itu aturan agama, etika sosial maupun tata tertib organisasi, baik diawasi ataupun tidak.
Seseorang yang disiplin ketika melakukan suatu pelanggaran walaupun kecil akan merasa bersalah terutama karena ia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri. Perilaku khianat akan menjerumuskannya pada runtuhnya harga diri karena ia tak lagi dipercaya. Sedangkan kepercayaan merupakan modal utama bagi seseorang yang memiliki akal sehat dan martabat yang benar untuk dapat hidup dengan tenang (sakinah) dan terhormat.
Dengan demikian, sikap disiplin adalah suatu keharusan. Dalam bahasa Nabi, perilaku disiplin itu tersirat dalam sifat ihsan. Dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Ihsan adalah menyembah Allah SWT seakan-akan kamu melihat-Nya. Konsekuensi dari perilaku ihsan adalah komitmen untuk melakukan segala aturan Allah SWT, menjalani perintah dan menjauhi larangan-Nya saat sendirian maupun saat ada orang yang mengawasi.
Perilaku ihsan kepada Allah idealnya tidak didasarkan pada rasa takut, tapi pada rasa cinta terhadap Allah SWT dan cinta pada diri sendiri.
Pertama, dengan dasar cinta kepada Allah, maka ketaatan pada syariah Allah bukan karena rasa takut tetapi karena didorong semangat untuk menyenangkan-Nya. Ibarat cinta seorang ibu pada putranya yang tak membutuhkan timbal balik. Bukan karena ingin sorga-Nya, ataupun takut akan neraka-Nya.
Kedua, cinta pada diri sendiri. Perilaku disiplin hendaknya juga didorong oleh rasa cinta pada diri sendiri. Karena setiap perbuatan baik pada dasarnya untuk kepentingan diri sendiri walaupun terkesan untuk kepentingan orang lain.
“Jika kamu berbuat baik, berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka kerugian kejahatan itu untuk dirimu sendiri…” (Q.S. Al-Isra’ 17:7).
Cinta pada diri sendiri bermakna bahwa seseorang akan sekuat tenaga menjaga kehormatan, harga diri dan martabat pribadi dengan berusaha selalu menaati segala aturan yang berlaku, baik aturan Allah maupun aturan antar-manusia yang sudah disepakati bersama.
Kesadaran bahwa perilaku disiplin diri atau ihsan sebagai bentuk dari kecintaan manusia pada dirinya sendiri itu sangatlah penting. Korupsi, pencurian, perzinahan dan tindakan kriminal serta asusila lainnya tak akan ada. Karena semua tindakan kriminal, asusila dan pelanggaran yang lain timbul dari lemahnya kesadaran bahwa segala perbuatan yang melanggar aturan Allah dan manusia pada dasarnya akan merusak diri sendiri.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Fushshilat 41:46).
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (Q.S. Al-Jatsiyah 45:15).
Beberapa contoh disiplin yang umum diterapkan seorang Muslim yaitu disiplin dalam beribadah, penggunaan waktu dan bermasyarakat.
1.      Disiplin dalan beribadah
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendahkan diri hanya kepada Allah yang disertai dengan perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa disiplin dalam dalam beribadah itu mengandung dua hal, yaitu:
a.    Berpegang teguh terhadap apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah, makruh, mubah dll;
b.    Sikap berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya.
2.      Disiplin dalam penggunaan waktu
Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat dalam kehidupan pribadinya. Ada empat cara agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, antara lain beriman, beramal saleh, saling berwasiat dalam kebenaran, dan saling berwasiat dalam kesabaran.
Dalam kehidupan ini, secara sadar atau tidak sadar, seringkali kita menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan kadang-kadang merugikan. Dalam sebuah hadits yang diriwiyatkan oleh Baihaqy dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah saw. bersabda:
“Pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain. Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, sempatmu sebelum sempitmu, masa mudamu sebelum tuamu dan kayamu sebelum miskinmu.”
3.      Disiplin dalam bermasyarakat
Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda pula. Namun demikian, dengan bermasyarakat mereka telah memiliki norma dan nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama yang harus dihormati dan dihargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut. Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda, manakala salah satu komponen rusak atau binasa. Hadist Nabi SAW menegaskan:
"Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari tangan sebelah lainnya". (H.R. Bukhori Muslim dan Turmudzi).
Tidak disiplin dalam melaksanakan aturan agama tentu akan mendapat sanksi dari Allah SWT baik sanksi duniawi maupun di akhirat. Orang tidak disiplin dalam memenuhi ajaran agama bisa karena berbagai alasan seperti tidak paham bahwa agama itu memilki aturan untuk dilaksanakan, dianggapnya cukup mengakui adanya Allah; paham ada aturan agama namun sengaja mengabaikan karena tidak memahami akan adanya sanksi kehidupan terkait itu; tahu dan taat pada aturan agama namun hanya sebagian saja, seperti hanya menganggap agama itu masalah ibadah dan hanya berimplikasi pada kehidupan akhirat; beragama hanya karena tradisi sosial-budaya sehingga dengan mudah dia akan membuang agama atau pindah dari satu agama ke agama lain dan bahkan menjelek-jelekkan agama yang ditinggalkannya. Islam jelas menekankan adanya sanksi sangat berat bagi manusia seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar