Oktober 05, 2014

Kewarganegaraan: Demokrasi Terpimpin



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi maksudnya memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule) dalam sistem politik yang demokratis dimana warga mempunyai hak, kesempatan, dan suara yang sama dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-feodolisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat madani.
Masyarakat madani merupakan suatu bentuk hubungan negara dan warga masyarakat (sejumlah kelompok sosial) yang dikembangkan atas dasar toleransi dan menghargai satu sama lain. Landasan demokrasi adalah keadilan, yang berarti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Maka dari itu terbentuklah otonomi daerah.
Sejarah panjang perjuangan dan melelahkan pada akhirnya membuahkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah pun berlanjut, tiga sistem politik yang berbeda, masing masing mengatasnamakan ‘demokrasi’ telah di tegakkan selama kurang lebih setengah abad terakhir.
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959 mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni demokrasi terpimpin pada tanggal 5 Juli 1959 di Istana Merdeka.
Dekrit yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan dari masyarakat Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang meriah tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama.
1.2.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan demokrasi terpimpin, berupa sejarah awal munculnya demokrasi terpimpin; fungsi dari adanya demokrasi terpimpin; pelaksanaan demokrasi terpimpin; demokrasi terpimpin ditinjau dari demokrasi modern; kebijakan politik pada masa demokrasi terpimpin; konsep dalam demokrasi terpimpin; serta kelebihan dan kelemahan dari demokrasi terpimpin. Dengan berbagai penjelasan tersebut, makalah ini menjadi sangat bermanfaat sebagai media pembelajaran di masa kini.


BAB II
PEMBAHASAN
2. 1.                      Sejarah Awal Terbentuknya Demokrasi Pemimpin
Di awali dari maklumat Hatta sebagai wakil presiden, dimana dalam maklumat tersebut menganjurkan perlunya pembentukan partai-partai yang ternyata mendapat sambutan luas hingga pada waktu itu terdapat 40 partai yang lahir di Indonesia. Namun pada kenyataannya kabinet-kabinet yang ada tidak pernah bertahan sampai 2 tahun penuh. Selain itu sering terjadi perombakan dengan kabinet yang baru, bahkan menurut penilaian Soekarno banyaknya partai hanya memperunyam masalah dan hanya menjadi penyebab perpecahan. Bahkan beliau sempat menilai bahwa partai itu adalah semacam pertunjukan adu domba yang tidak berpengaruh bagi bangsa dan negara.
Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Soekarno yaitu:
1.      Dari segi keamanan: banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan.
2.      Dari segi perekonomian: terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3.      Dari segi politik: Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950
Menurut pengamatan Soekarno, demokrasi liberal tidak mendorong Indonesia untuk mendekati tujuan revolusi yang dicita-citakan, yaitu berupa masyarakat yang adil dan makmur, sehingga pembangunan ekonomi sulit untuk berkembang, karena setiap pihak pegawai negeri, partai politik bahkan militer saling berebut keuntungan dengan mengorbankan yang lain.
Keinginan Soekarno untuk mengubur partai-partai yang ada pada waktu itu tidak jadi dilakukan, namun pembatasan terhadap partai diberlakukan, yang akhirnya menambah besarnya gejolak dari internal partai yang dibubarkan serta dari para tokoh-tokoh yang memperjuangkan 'demokrasi liberal'. Dengan keadaan tersebut, akhirnya Soekarno menerapkan 'demokrasi terpimpin'.
Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota Konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro dan kontra mengenai usulan Soekarno tersebut.
Hasil voting menunjukan bahwa:
1.      269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
2.      119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota Konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Soekarno. Disebut sebagai demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1.      Tidak berlaku kembali UUDS 1950
2.      Berlakunya kembali UUD 1945
3.      Dibubarkannya Konstituante
4.      Pembentukan MPRS dan DPAS
2. 2.                      Fungsi dari Adanya Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak stabil sebagai warisan masa demokrasi parlementer (liberal) menjadi lebih stabil.
Demokrasi terpimpin merupakan reaksi terhadap demokrasi parlementer (liberal). Hal ini disebabkan karena pada masa demokrasi parlementer kekuasaan presidennya hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai.
2. 3.                      Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
Dalam demokrasi terpimpin ini menggunakan sistem presidensil, yang mempunyai dua hal penting yaitu:
1.      Kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan;
2.      Para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
Tahun 1945-1949: sistem pemerintahan demokrasi Pancasila yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, KNIP berubah fungsi menjadi MPR
Tahun 1949-1950: berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahannya berupa parlementer (liberal)
Tahun 1959-1965: pada periode ini sering disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR.
Tahun 1966-1998: pada periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden, sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Tahun 1998-sekarang: demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi adalah demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga tinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab.
Dalam suasana yang mengancam keutuhan teritorial sebagaimana kata Feith, dan ancaman perpecahan sebagaimana kata Soepomo, muncullah gagasan ‘demokrasi terpimpin’ yang dilontarkan oleh Soekarno. Mula mula pandangan ini dicetuskan oleh partai Murba, serta Chaerul saleh dan Ahmadi.
Konsep demokrasi terpimpin yang hendak membawa PKI masuk ke dalam kabinet ini juga menyebutkan dibentuknya lembaga negara baru yang ekstra konstitusional, yaitu Dewan Nasional yang akan diketuai oleh Soekarno. Beliau bertugas dalam memberi nasehat kepada kabinet. Maka perlu dibentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai. Dewan Nasional beranggotakan wakil-wakil seluruh golongan fungsional.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, sebelum 'Dewan Nasional' ini dibentuk gagasan awal tentang namanya adalah 'Dewan Revolusi'. Dewan Nasional ini tidak sejalan dengan konstitusi yang ada pada waktu itu. Peranannya memang cukup menentukan, yaitu sebagai 'penasehat' pemerintah yang dalam prakteknya telah menjadi semacam DPR.
Setelah dekrit presiden 5 juli 1959 kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada presiden melalui pemberlakuan kembali UUD 1945, Soekarno langsung memimpin pemerintahan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang membentuk kabinet, yang menteri-menterinya tidak terikat kepada partai.
Pembentukan Dewan Nasional ini, berdasarkan atas amanat keadaan darurat dan bahaya perang yang diumumkan oleh Soekarno sebelum terbentuknya kabinet Djuanda itu. Mengingat Indonesia pada saat itu memang dalam keadaan genting dan potensi konfliknya pada keutuhan negara lebih besar.
Sementara kegentingan demi kegentingan yang terjadi, Soekarno sebagai seorang organisator sekaligus pengagum persatuan dan kesatuan, tidak tinggal diam dan tidak kehabisan akal. Soekarno melakukan upaya dengan menggandeng 2 kekuatan besar dan yang paling potensial di Indonesia pada waktu itu, yaitu PKI dan AD atau militer. Walaupun pada kenyataannya kedua kekuatan ini selalu terdapat pro dan kontra, namun bisa jinak ditangan Soekarno.
Mula-mula 2 kekuatan ini dimanfaatkannya pada isu imperialisme dan kapitalisme yang mengancam Indonesia. Berhubung pada waktu itu Irian Barat masih dikuasai oleh penjajah, maka isu ini dipakai Soekarno untuk mengamanatkan agar Irian Barat selekas-lekasnya dapat dibebaskan serta berupaya supaya Indonesia kembali dalam posisi pemerintahan yang utuh.
Dalam teorinya bahwa Soekarno membutuhkan PKI karena merasa terancam akan kudeta yang dilakukan militer pada waktu itu, khususnya sebagai kekuatan potensial yang sewaktu-waktu dapat menyingkirkan Soekarno dari jabatan pimpinan.
Menurut keterangan Yusril Ihza Mahendra, sejalan dengan gagasan 'demokrasi terpimpin', kalangan tentara di bawah pimpinan Mayjend Abdul Haris Nasution, aktif berkampanye tentang perlunya kembali ke UUD 1945. Nilai-nilai dan semangat akan tetap terpelihara jika negara kembali kepada UUD 1945. Ide ini tampaknya bertemu dengan ide Soekarno dalam rangka menerapkan demokrasi terpimpin. Sebab menurut Yusril, demokrasi semacam itu memang menghendaki adanya pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sementara UUD 1945 memungkinkan perwujudan hal itu. Sebaliknya, jika menunggu Konstituante menyelesaikan tugasnya memnyusun Undang-Undang yang baru, belum tentu isinya sama dengan gagasan demokrasi terpimpin tadi.
Gabungan Ide Soekarno dan A.H. Nasution ini disampaikan ke sidang Dewan Nasional dan dewan tersebut berpendapat bahwa gagasan demokrasi terpimpin dapat terlaksana jika dikembalikan kepada UUD 1945. Kemudian dibawa ke rapat kabinet dan di dalam rapat itu juga disetujui tentang gagasan demokrasi tersebut.
Keputusan Dewan Menteri tersebut disampaikan perdana menteri Djuanda kepada sidang paripurna DPR, yang berjudul 'Putusan Dewan Menteri Mengenai Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin Dalam Rangka Kembali Ke UUD 1945'. Dengan kembali ke UUD 1945, pelaksanaan demokrasi terpimpin akan lebih terjamin.
Dalam sistem demokrasi terpimpin terdapat pemisahan kekuasaan lembaga eksekutif yang terdiri dari prosedur sebagai kepala pemerintahan dan dibantu oleh para menteri. Menteri tersebut memimpin sebuah lembaga departemen pemerintahan yang bertanggung jawab kepada presiden. Para menteri tersebut diangkat oleh presiden.
2. 4.                      Demokrasi Terpimpin Ditinjau dari Demokrasi Modern
Dalam periode demokrasi terpimpin, pemikiran demokrasi ala Barat banyak ditinggalkan bahkan lebih nampak gambarannya saat sebelumnya demokrasi parlementer telah berkuasa di Indonesia.
Soekarno sebagai pemimpin tertinggi pada era demokrasi terpimpin menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakan tidak efektif, kemudian Soekarno memperkenalkan 'musyawarah mufakat'. Banyaknya partai politik adalah penyebab tidak adanya pencapaian hasil dan sulit dicapai kata 'sepakat' karena terlalu banyak berdebat.
Dari kacamata demokrasi modern kita menyaksikan semuanya dirubah, semua kelihatan berganti namun sesungguhnya tidak ada yang berganti dan berubah, yang pada saat ini semua serba mudah dan terkesan dimudahkan. Memang demokrasi terpimpin agak terasa asing, namun apa yang terjadi di masa lalu itu karena kehendak waktu dan peristiwa menginginkan yang demikian itu ada.
2. 5.                      Kebijakan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan politik yang dilakukan Soekarno pada masa demokrasi terpimpin terkesan otoriter. Banyak kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi mulai dibubarkannya DPR hasil Pemilu tahun 1955 hingga penetapan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Bahkan Soekarno membuat poros tersendiri dengan menjauh dari politik luar negeri bebas aktif.
Politik atau kebijakan luar negeri pada hakikatnya merupakan ‘perpanjangan tangan’ dari politik dalam negeri sebuah negara. Politik luar negeri suatu negara sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kondisi politik dalam negeri; pengambil keputusan; kemampuan ekonomi dan militer; dan lingkungan internasionalnya. Sejak Bung Hatta berpidato, Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif yang dipahami sebagai sikap dasar Indonesia yang menolak masuk dalam salah satu blok negara-negara super power.
Seperti diamanatkan dalam konstitusi, Indonesia juga menentang segala bentuk penjajahan di atas muka bumi ini, dan menegaskan bahwa politik luar negeri harus diabdikan untuk kepentingan nasional. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri merupakan cerminan dari politik dalam negeri dan dipengaruhi perubahan dalam tata hubungan internasional baik dalam bentuk regional maupun global.
Namun, pada masa demokrasi terpimpin terlihat ada beberapa penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi dilandasi oleh pandangan tentan Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara progresif revolusioner yang anti-imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yaitu negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis.
Tampak bahwa politik luar negeri bebas aktif Indonesia pada masa Soekarno condong ke isu-isu high politic dan perjuangan bangsa Indonesia dalam membangun image sebuah negara besar dan berpengaruh di tingkat regional maupun internasional untuk setara dengan negara-negara lain. Hal ini tidak lepas dari kondisi bangsa Indonesia yang pada saat itu baru merdeka dan sedang membangun nation dan state-buildingnya. Kesatuan politik lebih penting bagi Soekarno pada waktu itu daripada membangun basis ekonomi rakyat. Tak heran, semua itu telah tercermin dalam aksi dan reaksi serta interaksi politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno.
Namun, dalam kebijakan yang semakin menyimpang pun semakin berdampak pada kondisi di dalam negeri. Salah satu dampak dalam hal ekonomi adalah kenaikan laju inflasi yang disebabkan oleh penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya yang semakin merosot. Nilai mata uang merosot, anggaran belanja mengalami defisit yang besar, pinjaman dari luar negeri tidak mampu mengatasi masalah, upaya dari pihak pemerintah dan swasta untuk menghemat dan mengawas pelaksanaan anggaran belanja pun tidak berhasil, penertiban administrasi dan manajemen perusahaan tak berpengaruh, dan penyaluran kredit baru pada usaha yang dianggap penting mengalami kegagalan. Dari sisi politik, inflasi pun terjadi karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran, serta karena pemerintah menyelenggarakan proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluaran pada setiap tahunnya. Hal ini berdampak bagi kehidupan dalam negeri.
Pada tahun 1961, Indonesia harus membiayai kekurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa, kegiatan ekspor semakin buruk dan kegiatan impor dibatasi karena lemahnya devisa. Pada tahun 1965, cadangan emas dan devisa telah habis, bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US $ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Dampak dari kebijakan pada masa demokrasi terpimpin yaitu uang rupiah baru seharusnya bernilai 1000 kali lipat dari uang rupiah lama, akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah lama; tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
2. 6.                      Konsep Dalam Demokrasi Terpimpin
Soekarno sampai dengan akhir hayatnya tetap bertahan terhadap ide Nasakom (Nasionalis, Agamis dan Komunis) yang mengatakan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada saat itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar yaitu golongan yang berideologi nasionalis; golongan yang berideologi dengan latar belakang agama; serta golongan yang berideologi komunis. Tiga-tiganya merupakan kekuatan yang diharapkan tetap bersatu untuk menyelesaikan masalah bangsa secara bersama-sama.
Setiap orang boleh punya persepsi dan pendapatnya sendiri untuk hal ini. Namun nyatanya Soekarno adalah seorang nasionalis, yang ide Nasakom semata-mata dicetuskan berdasarkan realitas masyarakat pada saat itu demi tercapainya persatuan dan kesatuan negara. Indonesia menginginkan suatu kolaborasi total semua anasir bangsa dari semua golongan ideologi yang ada untuk bahu-membahu membangun Indonesia.
Ide Bung Karno tentang Nasakom berkaitan dengan pendapat Clifford Geertz yang dalam bukunya "The Religion of Java " yang membagi masyarakat Jawa dalam tiga varian yaitu priyayi, santri, dan abangan. Priyayi adalah kaum nasionalis, santri adalah kaum agamis, dan abangan adalah kaum komunis.
Realitas sejarah memang berkata lain setelah terjadinya peristiwa pembunuhan para Jendral dan PKI pada 30 September 1965 yang sampai sekarang masih menyimpan banyak misteri dan pertanyaan. Suatu realitas yang mungkin tidak pernah diduga oleh Soekarno yaitu ada satu golongan kekuatan dalam peta politik di Indonesia yang tidak pernah terpikirkan menjadi suatu kekuatan penting dalam peta perpolitikan Indonesia yaitu kaum militer.
Setelah terjadi peristiwa 30 September 1965 dan ide Nasakom tersebut musnah, kekuatan kaum komunis digantikan oleh satu kekuatan politik baru yaitu kaum militer. Namun, kaum militer tidak pernah mengakui bahwa mereka adalah satu kekuatan politik yang telah mendominasi Indonesia selama 32 tahun. Mereka selalu mengatakan bahwa militer berdiri di belakang semua golongan.
2. 7.                      Kelebihan dan Kelemahan dari Demokrasi Terpimpin
Kelebihan dari adanya demokrasi terpimpin yaitu:
1.      Menampakkan derajat Indonesia di forum dunia
2.      Indonesia menjadi salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia
3.      Tertatanya kehidupan politik Indonesia
4.      Terbentuknya lembaga negara
5.      Kemiliteran lebih terkoordinir
Kelemahan dari adanya demokrasi terpimpin yaitu:
1.      Segi ekonomi rakyat kurang diperhatikan karena banyaknya kebijakan politik
2.      Konsep Pancasila tidak digunakan, yang digunakan adalah NASAKOM (Nasionalis, Agamis dan Komunis).
3.      Pemusatan pada presiden, sehingga terlalu mendominasi
4.      Parlemen dalam demokrasi ini lemah
5.      Terjadi devaluasi mata uang
2. 8.                      Penyimpangan dalam Demokrasi Terpimpin
Beberapa penyimpangan yang terlihat pada demokrasi terpimpin yaitu:
1.      Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Namun, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2.      Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, seharusnya pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara dilakukan melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. 7 anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden apabila mereka setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3.      Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena pada tahun 1960 DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPR-GR juga ditentukan oleh presiden, sehingga DPR-GR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR. Tugas DPR-GR yaitu melaksanakan manifesto politik; mewujudkan amanat penderitaan rakyat; serta melaksanakan demokrasi terpimpin.
4.      Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh presiden. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada di bawah pemerintah (presiden) sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden mengenai 'Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)' ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5.      Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno. Tugas front nasional yaitu menyelesaikan Revolusi Nasional; melaksanakan pembangunan; serta mengembalikan Irian Barat
6.      Pembentukan Kabinet Kerja
Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Djuanda. Hingga pada tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (re-shuffle). Program kabinet antara lain: mencukupi kebutuhan sandang pangan; menciptakan keamanan negara; serta mengembalikan Irian Barat
7.      Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang pada masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa. Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi Komunis. Selain itu, PKI juga mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah.
8.      Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
9.      Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat akan dibubarkan (dibatasi). Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan partai politik yang pernah berjaya pada masa demokrasi parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
10.  Arah Politik Luar Negeri
Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak, sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri cenderung mendekati negara-negara blok Timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok Barat.
Perubahan arah ini disebabkan oleh:
a.       Faktor dalam negeri: dominasi PKI dalam kehidupan politik
b.      Faktor luar negeri: sikap negara-negara Barat yang kurang simpatik dan tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia
Terdapat beberapa penyimpangan politik pada masa demokrasi terpimpin, yaitu:
a.       Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang cenderung pada salah satu poros. Saat itu, Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
b.      Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut, Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 yang berisi:
a)      Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
b)      Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
c)      Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c.       Politik Mercusuar
Politik mercusuar dijalankan oleh presiden karena beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB karena Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d.      Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Gerakan ini memusatkan perjuangannya terhadap gerakan kemerdekaan bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi Indonesia, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD 1945 baik dalam skala nasional dan internasional.


BAB III
PENUTUP
3. 1.                      Kesimpulan
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, dimana seluruh keputusan serta pemikirannya berpusat pada pemimpin.
Pada tanggal 5 Juli 1959, parlemen dibubarkan dan Presiden Soekarno menetapkan konstitusi di bawah Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante sebagai penyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan menyatakan diberlakukannya kembali UUD 1945. Soekarno memperkuat Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut “demokrasi terpimpin” Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai kekuasaan untuk persekutuan konsepsi, yaitu antara nasionalisme, agama dan komunisme yang dinamakan NASAKOM. Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat.
Era 'demokrasi terpimpin' merupakan kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, dan gagal dalam memecahkan masalah-masalah politik dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer terus berkembang.
Pada pelaksanaannya, demokrasi terpimpin mengalami berbagai bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik hanya pada presiden. Era tahun 1959-1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika kebijakan-kebijakan presiden sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia.
3. 2.                      Saran
Penulis berharap makalah ini bukan hanya untuk menjadi bacaan, namun kajian yang terkandung di dalamnya terutama yang sesuai dengan UUD 1945, dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun bangsa ini telah merdeka, nyatanya masih banyak rakyat yang tidak merasakan hasil dari kemerdekaan itu. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik kita perlu menanamkan sikap demokratis.
Meskipun pemerintah memiliki kebijakan dan kekuasaan yang lebih tinggi, kita patut untuk berpartisipasi di dalamnya. Misalnya, menaati norma dan aturan yang berlaku serta berpartisipasi dalam bidang politik melalui pemilihan umum dan keikutsertaan dalam partai politik. Kekuasaan dan kebijakan pemerintah pun tidak boleh terlalu membebani masyarakat Indonesia. Pemegang kekuasaan harus bersikap adil. Dengan begitu, keseimbangan partisipasi dari pemegang kekuasaan dan masyarakat akan menjadi lebih baik. Indonesia akan menjadi negara yang adil, makmur dan sejahtera.


DAFTAR PUSTAKA
Dr. Suyatno, M.Si. Menjelajahi Demokrasi. Bandung: Humaniora, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar