November 05, 2014

Anatomi Fisiologi: Fakta Kebesaran Allah SWT dalam Fenomena Anatomi, Fisiologi, maupun Pengaturan Homeostasis Tubuh (Sistem Peredaran Darah dan Organ Jantung dalam Pandangan Islam)



Fakta Kebesaran Allah SWT dalam Fenomena Anatomi, Fisiologi,
maupun Pengaturan Homeostasis Tubuh
“Sistem Peredaran Darah dan Organ Jantung dalam Pandangan Islam”
Ditujukan untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Anatomi Fisiologi
Dosen Pengampu: dr. Prastuti Waraharini

Logo_UIN_Syarif_Hidayatullah_Jakarta.jpg

Disusun oleh:
Umi Kalsum
11141010000017

Kelas:
I-A




PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M


PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia dengan wujud yang sempurna. Meskipun beberapa manusia terkadang tidak menyadari apa saja kesempurnaan yang ada pada dirinya. Kebanyakan orang hanya mengeluhkan kekurangannya saja sehingga tidak pernah mensyukuri segala nikmat yang telah Allah SWT berikan. Seiring dengan semakin meluasnya sekularisme, para intelektual Muslim kini telah banyak melupakan peran agama Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain karena banyaknya ilmuwan Muslim yang menggagas penemuan-penemuan baru di berbagai bidang, Alqur’an dan Al-Hadits juga ikut memberikan kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa kita sadari, kandungan-kandungan yang ada dalam Alqur’an dan Al-Hadits telah mencakup segala hal yang berkaitan dengan ilmu sains. Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا
(١٦٥) آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيم
 “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-An’am: 165)
(٥) ثُمَّ رَدَدۡنٰهُ اَسۡفَلَ سَافِلِيۡن (٤) لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِىۡۤ اَحۡسَنِ تَقۡوِيۡمٍ
(٦) اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمۡ اَجۡرٌ غَيۡرُ مَمۡنُوۡنٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (Q.S. At-Tiin: 4-6)
وَلَـقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِىۡۤ اٰدَمَ وَحَمَلۡنٰهُمۡ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنٰهُمۡ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلۡنٰهُمۡ
(٧٠) عَلٰى كَثِيۡرٍ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيۡلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Al-Isra: 70)
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَالۡجِبَالِ فَاَبَيۡنَ اَنۡ يَّحۡمِلۡنَهَا وَاَشۡفَقۡنَ
 (٧٢)  مِنۡهَا وَ حَمَلَهَا الۡاِنۡسَانُؕ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوۡمًا جَهُوۡلًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (Q.S. Al-Ahzab: 72)
اِنَّ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَاخۡتِلَافِ الَّيۡلِ وَالنَّهَارِ وَالۡفُلۡكِ الَّتِىۡ تَجۡرِىۡ فِى الۡبَحۡرِ بِمَا يَنۡفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنۡزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَآءِ مِنۡ مَّآءٍ فَاَحۡيَا بِهِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ فِيۡهَا مِنۡ کُلِّ دَآ بَّةٍ وَّتَصۡرِيۡفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ لَاٰيٰتٍ لِقَوۡمٍ (١٦٤)يَّعۡقِلُوۡنَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Q.S. Al-Baqarah: 164)
Beberapa ayat suci Alqur’an diatas merupakan bukti konkret bahwa ilmu pengetahuan dalam hal anatomi dan fisiologi tidak bisa lepas dari Allah SWT Yang Maha Menciptakan. Pemikiran sederhananya yaitu mengenai peredaran darah di dalam tubuh. Darah akan dialirkan melalui sebuah sistem seperti “jalan raya” yang begitu panjang, berkelok dan saling berhubungan. Tanpa kebesaran dan kekuatan apapun, manusia tidak akan bisa menyusun sebuah sistem peredaran darah yang rumit di dalam tubuhnya ataupun membuat organ jantung sendiri agar kemudian bisa diuji kelayakannya untuk digunakan oleh manusia lainnya. Atas dasar inilah penulis mengambil tema tentang darah, sistem peredaran darah dan kaitannya dengan jantung yang memang pada kenyataannya semua itu ada karena kebesaran Allah SWT semata.


ISI
Jantung sama artinya dengan qolb (dalam bahasa Arab). Jantung terletak pada rongga dada yang dikelilingi selaput pembungkus bernama pericardium. Ukuran jantung umumnya adalah sebesar kepalan tangan, beratnya tidak lebih dari 300 gram atau hanya sekitar 220-260 gram.
“Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT berfirman:
(١٦) وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Q.S. Qaf: 16)
Pada dasarnya, kerja organ jantung erat kaitannya dengan sistem peredaran darah dan darah itu sendiri. Allah SWT pasti memahami betapa pentingnya darah, pembuluh darah, serta peredarannya di seluruh tubuh sehingga Dia ciptakan itu untuk manusia. Jika Allah SWT tidak bisa memahaminya, Allah SWT tidak mungkin main-main menyantumkan pembuluh darah di leher dalam ayat suci Alqur’an tersebut. Walaupun otot jantung tergolong kecil, namun dari organ jantung ini bisa ditentukan hidup dan matinya seseorang. Allah SWT berfirman:
(٤٥) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِين  (٤٤) وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ 
(٤٦) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ
 “Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (Q.S. Al-Haqqah: 44-46)
Pembuluh darah yang disebutkan dalam Alqur’an adalah Al-Aatiin atau aorta, yaitu pembuluh darah besar yang mengalirkan darah dari jantung untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Secara umum, aorta memiliki aliran darah yang cepat dan tekanan darahnya berasal dari kontraksi jantung. Selain itu, volume darahnya masih sangat banyak sehingga saat aorta dipotong akan terjadi pendarahan hebat yang dapat menimbulkan kematian.
Seperti yang telah kita ketahui, pembuluh darah menjadi salah satu tempat mengalirnya darah di dalam tubuh manusia. Jika dibentangkan dari ujung ke ujung (arteri, kapiler, dan nadi) akan membentang sekitar 60.000 mil atau 96.000 km (2,5 kali perjalanan mengelilingi bumi) pada anak dan sekitar 100.000 mil atau 160.000 km (4 kali perjalanan mengelilingi bumi) pada orang dewasa. Terdapat 5 quart (4,72 liter) darah dalam tubuh orang dewasa yang mengitari organ hati, paru-paru, pembuluh darah, dan kembali ke organ hati setiap 60 detik. Subhanallah...
Tanpa disadari emosi dan perilaku yang ada dalam diri manusia sebenarnya berakar dari jantung. Sebab, di dalam organ ini dikenal istilah feedback negative, berupa regulasi (pengaturan) frekuensi denyut jantung yang bisa memengaruhi fisik dan psikis seseorang. Dengan demikian, peranan jantung dalam agama Islam tidak hanya dipandang dari segi fisiologi saja melainkan juga dari sisi psikologi karena Alqur’an dan Al-Hadits menjadikan jantung sebagai pengatur emosi dan jiwa. Dalam keadaan normal frekuensi detak jantung manusia adalah kurang lebih sekitar 100.000 detak/hari atau sekitar 69 detak/menit. Jika berlebihan ataupun kurang pasti manusia akan mengalami gangguan seperti emosi yang fluktuatif.
Dari Anas bin Malik Radiyallahu ‘anhu diceritakan: “Bahwasanya Rasulullah SAW didatangi Malaikat Jibril ketika Nabi Muhammad SAW sedang bermain dengan beberapa anak. Jibril kemudian menangkapnya, menelentangkannya, lalu Jibril membelah dadanya. Jibril mengeluarkan hatinya, dan mengeluarkan dari hati beliau segumpal darah beku sambil mengatakan “Ini adalah bagian setan darimu”. Jibril kemudian mencucinya dalam wadah yang terbuat dari emas dengan air zam-zam, lalu ditumpuk, kemudian dikembalikan ke tempatnya. Sementara teman-temannya menjumpai ibunya (orang yang menyusuinya) dengan berlari-lari sembari mengatakan: “Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh”. Kemudian mereka bersama-bersama menjumpainya, sedangkan dia dalam keadaan berubah rona kulitnya (pucat). Anas mengatakan: “Saya pernah diperlihatkan bekas jahitan di dadanya.”” (HR. Muslim)
Dalam Hadits shahih diatas dijelaskan sekilas tentang pembedahan jantung Rasulullah SAW. Artinya, Al-Hadits juga ikut memperkuat hubungan antara ilmu anatomi dan fisiologi dengan Islam yang sesungguhnya telah dijelaskan jauh sebelum manusia mempelajari ilmu tersebut lebih dalam lagi.
Sebuah elemen penting yang ada dalam sistem peredaran darah adalah darah itu sendiri. Darah merupakan cairan yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh serta mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme sebagai bentuk pertahanan tubuh terhadap suatu virus atau bakteri. Istilah lain yang sering digunakan adalah hemo, hemato atau haima, yang berasal dari bahasa Yunani berarti darah.
Dalam tubuh manusia, terdapat sekitar 50-75 triliun sel dan kurang lebih sekitar setengahnya merupakan sel darah merah. Setiap sel darah merah terdiri dari 250 juta molekul besi (Fe) yang mengandung protein. Satu molekul Hb mampu mengangkut sampai dengan 4 molekul O2. Sehingga, untuk setiap sel darah merah dapat mengirimkan sekitar 1 milyar molekul O2 ke seluruh tubuh manusia. Setiap harinya, tubuh manusia menghasilkan kurang lebih 100 milyar sel darah merah. Sedangkan sel darah putih baru dibuat hingga menghasilkan kurang lebih 10 milyar. Subhanallah...


PENUTUP
Tugas utama seorang manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah beribadah kepada Allah SWT. Segala nikmat yang Allah SWT berikan seperti dalam hal anatomi dan fisiologi sekiranya dapat membuat manusia untuk lebih bersifat tawadu’, huznudzan, tidak sombong dan takabur, tidak bersifat fasiq melainkan bisa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, mengerjakan segala sesuatu dengan sabar dan ikhlas, selalu berikhtiar namun tetap mengembalikan segala sesuatu kepada takdir dan kehendak Allah SWT. Manusia juga dituntut untuk menghargai makhluk hidup lain dan seisi semesta alam yang Dia ciptakan karena manusia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan seluruh ciptaan-Nya.
(٥٦)  وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)
(١٩) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. Lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri-diri mereka sendiri, mereka itu adalah orang-orang yang fasiq.” (Q.S. Al-Hasyr : 19)
Dengan segala perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia harus bisa berpikir dinamis, namun tetap memegang teguh keimanan dan keyakinan pada Allah SWT. Jadikan agama Islam sebagai ‘rem’ ketika ada hal yang tidak baik (agar dijauhi) dan stimulus untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik. Dalam sebuah hadits disebutkan “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu, Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi). Untuk itu marilah sama-sama kita bercermin saling intropeksi diri agar ke depannya bisa menjadi Muslim/Muslimah yang lebih baik, karena “Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun sedikit”. (HR. Bukhari & Muslim). Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan pembacanya dan Allah SWT selalu memberkahi ilmu yang dimiliki umat-Nya. Amin..

DAFTAR PUSTAKA
    1)      Scanlon VC, Sanders Tina. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd transl. ed. Prasetyo FXA, translator. Jakarta: EGC; 2006. 152-4 p.
   2)      Pratiknya AW, Sofro ASM. Etika, Islam dan Kesehatan: Sumbangan Islam dalam Menghadapi Problema Kesehatan Indonesia tahun 2000an. 1st. ed. Jakarta: Rajawali; 1986. 2 leaves.
    3)      Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 1st transl. ed. Handoyo SY, translator. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2013. 143-5, 167-8 p.
     4)      Munawaroh Siti. Anatomi Tubuh dalam Alqur’an. Academic Edu. 2012; Available from URL:
https://www.academia.edu/2007614/Anatomi_tubuh_dalam_Alquran Accessed at 11:15 a.m. on September, 19th 2014.
    5)      Nurlail, Hasyim. Allahu Akbar! Tanda-tanda Kebesaran Allah Pada Tubuh Manusia. VOA Islam. 2013 Des 15; Available from URL:
   6)      As-Sunnah. Pembedahan Dada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Al Manhaj. 2007 Nov 28; Available from URL:
    7)      Tanda Tanda Kebesaran Allah SWT Terlihat di Langit dan Mahluk Ciptaan-Nya. Belajar Islam. 2014 Apr 24; Available from URL:
http://www.youtube.com/watch?v=Ea1Q0q94w7s Watched at 10.23 p.m. on September, 19th 2014.

Etika dan Hukum Kesehatan: Tinjauan Kasus Transgender dari Segi Etika, Hukum dan Agama



Kaitan antara Etika, Hukum dan Agama
“Tinjauan Kasus Transgender dari Segi Etika, Hukum dan Agama”
Ditujukan untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen Pengampu: Pramitha Sari, S.Gz, Dietisien, M.H.Kes dan Riastuti Kusuma Wardani, S.KM, M.KM

Logo_UIN_Syarif_Hidayatullah_Jakarta.jpg

Disusun oleh:
Umi Kalsum
11141010000017

Kelas:
I-A




PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H / 2014 M


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. yang telah memberikan petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tinjauan Kasus Transgender dari Segi Etika, Hukum dan Agama” yang menjelaskan kasus transgender mulai dari definisi, faktor, hingga tinjauannya dari segi etika, hukum dan agama. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw. dan para keluarga serta sahabatnya.
Terima kasih kepada Ibu Riastuti Kusuma Wardani, S.KM, M.KM dan Pramitha Sari, S.Gz, Dietisien, M.H.Kes selaku dosen mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan program studi Kesehatan Masyarakat serta Ibu Hoirun nisa, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah bersedia membimbing penulis dalam proses pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan juga kepada seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan makalah ini.
Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembacanya. Amin..
Wassalamu alaikum wr. wb.

Jakarta, 03 November 2014


Penulis



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang........................................................................................................... 1
      B.     Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
      C.     Tujuan........................................................................................................................ 2
      D.    Manfaat...................................................................................................................... 3
      E.     Sistematika Penulisan................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
      A.    Definisi Transgender.................................................................................................. 4
      B.     Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Transgender................................................ 4
      C.     Kedudukan Kaum Transgender Ditinjau dari Segi Etika.......................................... 5
      D.    Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Hukum.................................... 6
      E.     Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Agama..................................... 6
BAB III PEMBAHASAN
      A.    Hasil Diskusi.............................................................................................................. 9
BAB IV PENUTUP
      A.    Kesimpulan................................................................................................................ 11
      B.     Saran.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 12


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, tingkatan sosial, dan hal lain yang mencirikan persamaan dan perbedaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal wajar terjadi pada kehidupan manusia yang memiliki perbedaan satu sama lain.
Pada dasarnya Allah swt. menciptakan manusia menjadi laki-laki dan perempuan. Namun, pada kenyataannya selain dua jenis kelamin tersebut ada sebagian manusia yang mengalami kebingungan dalam menentukan jenis kelaminnya. Kebingungan yang dimaksud adalah tidak adanya kesesuaian antara jenis kelamin dan kejiwaannya yang dipengaruhi oleh faktor hormonal dan lingkungan.
Dewasa ini, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku “kebancian” di berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan seksual.
Akhir-akhir ini kita juga sering mendapatkan berita di media tentang beberapa orang yang beralih gender dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Kebanyakan dari mereka merasa dirinya terperangkap di dalam tubuh yang salah. Seperti yang terjadi pada penyanyi cilik Dena ‘Renaldy’ Rahman. Dia dikenal sebagai Renaldy saat menjadi penyanyi cilik (laki-laki) di era 90-an. Namun setelah sekian lama tidak terdengar kabarnya, kini namanya mulai mencuat lagi setelah isu tentang perubahan jalan hidupnya dalam kasus transgender yang mulai merebak dan menjadi perbincangan hangat di media maupun dunia maya.
Selain kasus transgender yang terjadi pada Dena ‘Renaldi’ Rahman, beberapa bulan yang lalu dan sebelumnya telah banyak kasus transgender yang mencuat ke permukaan seperti Sammuel Brodie karena sering di-bully semasa kecilnya, Alter & Jane yang ditentang pernikahannya hingga masuk ke ranah hukum, dan kasus transgender yang terjadi pada Siti Maemunah yang berubah menjadi lelaki (Agus) dan berhasil mendapatkan pengakuan gendernya setelah keluar putusan hukum dari Pengadilan Negeri Semarang.
Banyak kisah pada kasus transgender yang terjerumus kehidupan malam, narkoba, dan sejenisnya karena mencari pelarian dari perasaan terabaikan utamanya dari keluarga yang tidak dapat menerima perilaku mereka. Padahal sebenarnya banyak diantara kasus transgender ini yang bisa menjalani kehidupan mereka secara normal setelah mereka merasa telah diterima oleh lingkungan. Jadi salahkah para transgender tersebut memutuskan pilihan mereka? Kehidupan ini tidak sepenuhnya salah atau benar. Namun merupakan jalan kehidupan yang bisa menjadikan pelajaran hidup antara yang satu dengan yang lainnya.
Fenomena kasus yang dikenal dengan sebutan transgender ini masih menimbulkan banyak pro dan kontra baik ditinjau dari segi etika, hukum maupun agama. Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat masalah ini untuk dijadikan sebagai pembahasan utama dalam makalah berjudul “Tinjauan Kasus Transgender dari Segi Etika, Hukum dan Agama”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, yang menjadi pokok permasalahan adalah:
1.     Bagaimana tinjauan terhadap kasus transgender dari segi etika?
2.     Apakah tenaga medis yang melakukan operasi kelamin melanggar kode etik profesinya?
3.     Bagaimana tinjauan terhadap kasus transgender dari segi hukum?
4.     Bagaimana tinjauan terhadap kasus transgender dari segi agama?

C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.     Untuk mengetahui status kasus transgender ditinjau dari segi etika.
2.     Untuk mengetahui status tenaga medis yang menjalankan operasi kelamin terhadap kode etik profesinya.
3.     Untuk mengetahui status kasus transgender ditinjau dari segi hukum beserta hukum yang memperkuatnya.
4.     Untuk mengetahui status kasus transgender ditinjau dari segi agama beserta dalil yang memperkuatnya.


D.    Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Bagi Penulis
Dapat digunakan sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta mendalami dan menambah wawasan tentang kasus transgender, menjadi bahan evaluasi dan pembelajaran untuk menyusun makalah/karya tulis lain yang lebih baik lagi.
2.      Bagi Dosen/Penilai
Membantu dosen memberikan penilaian untuk Ujian Tengah Semester (UTS).
3.      Bagi Masyarakat dan Kaum Transgender
Menambah wawasan pengetahuan dan memberikan pemahaman tentang status dan kedudukan kaum transgender ditinjau dari segi etika, hukum dan agama.

E.     Sistematika Penulisan
Penulis membagi makalah ini ke dalam empat bab. Dalam Bab I (Pendahuluan) penulis memaparkan sebuah latar belakang yang adminimenjelaskan alasan mengapa penulis memilih tema transgender dalam pembuatan makalah ini, rumusan masalah yang menjelaskan pokok permasalahan kasus transgender, tujuan yang akan penulis capai setelah membuat makalah ini, serta manfaat yang didapat dari penyusunan makalah ini bagi penulis, dosen/penilai dan masyarakat. Dalam Bab II (Tinjauan Pustaka) penulis memaparkan ilmu dan teori yang sudah pernah dibahas berkaitan dengan kasus transgender disertai dengan sumber yang jelas. Dalam Bab III (Pembahasan) penulis memaparkan hasil diskusi kelompok berkaitan dengan kasus transgender. Dalam Bab IV (Penutup) penulis memaparkan kesimpulan yang didapat dari diskusi dan saran dari penulis berkaitan dengan kasus transgender.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Definisi Transgender
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robet Stoller pada tahun 1968 untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya, bukan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI mengartikan gender sebagai peran-peran sosial yang dikontribusikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya, laki-laki dan perempuan. Gender bukan merupakan kodrat Tuhan ataupun ketentuan Tuhan, oleh karena itu, gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka tinggal atau lahir. Gender seseorang dapat berubah, sedangkan jenis kelamin biologis tetap tidak berubah. (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, 1992)
Transgender secara subjektif diartikan dengan orang yang terlahir memiliki dua alat kelamin atau seseorang yang perilakunya berbeda dengan kodrat aslinya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormonal dan lingkungan. Seseorang yang tidak jelas dengan status kelaminnya disebut transgender, yaitu suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka lahir. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

B.    Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Transgender
Sebab-sebab terjadinya transgender dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sebab dari dalam (intern) dan sebab dari luar (ekstern). Intern adalah sebab yang berkaitan erat dengan kelainan biologis yang berdampak kepada kecenderungan psikologis. Kelainan secara biologis dapat diketahui bahwa pembentukan laki-laki dan perempuan terjadi akibat perbedan jenis/kode kromosom yang berdampak kepada perkembangan hormon-hormon. Di mana laki-laki berkode kromosom XY dan perempuan berkode kromosom XX. Dan kode kromosom ini bertambah dari yang hanya berkode XX menjadi XXY, sehingga yang seharusnya manusia berjenis kelamin perempuan mempunyai kecenderungan psikologis sebagai laki-laki, begitu pula sebaliknya. Sebab selanjutnya adalah dari faktor ekstern, di mana dalam hal ini dapat dihubungkan dangan keadaan sosial atau lingkungan, interaksi sosial ataupun perlakuan sosial. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)
Sebenarnya pengidap transgender dapat disembuhkan. Jika seseorang terlahir dengan dua alat kelamin harus ditentukan mana yang lebih dominan kemudian mengambil tindakan secara medis melalui operasi kelamin. Berbeda halnya dengan mereka yang menjadi transgender karena pengaruh dari lingkungan, dalam upaya penyembuhannya dapat meminta bantuan psikolog yang membantu secara kejiwaan serta berkonsultasi dengan pemuka agama agar mengetahui dalil-dalil yang mengaturnya. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

C.    Kedudukan Kaum Transgender Ditinjau dari Segi Etika
Dari segi sosial, pandangan masyarakat terhadap transgender terbagi ke dalam jenis kaum esensalisme dan kontruksionisme. Menurut pandangan esensalisme, transgender merupakan sesuatu yang berjalan di luar kewajaran, dianggap tidak benar dan membawa keburukan sehingga sering dikucilkan. Sedangkan menurut pandangan kaum konstruksionisme, transgender tidak melanggar etika karena masih merupakan bagian dari masyarakat dengan berlandaskan kepada Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai bentuk perlindungan dari ketidakadilan yang sering terjadi di dalam masyarakat. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011)
Tidak hanya pengucilan dari masyarakat, perlakuan diskriminatif terhadap kaum transgender juga terjadi dalam dunia kerja. Mereka tidak dapat secara leluasa bekerja dalam sektor-sektor yang formal. Jika ada, mereka diharuskan untuk berpenampilan sebagai laki-laki atau perempuan pada umumnya. Oleh karena itu, kebanyakan kaum transgender menggantungkan kelangsungan hidupnya pada sektor-sektor non-formal, seperti usaha salon atau dunia hiburan. Tetapi yang paling banyak adalah terperangkap dalam dunia pelacuran (Koeswinarno, 2004)
Peranan dokter dan tenaga medis lainnya dalam operasi kelamin status hukumnya disesuaikan dengan alasan yang berkaitan dengan kondisi dari alat kelamin yang bersangkutan. Jika terbukti dengan sengaja menggagalkan operasi tersebut, maka dokter dan tenaga medis melanggar kode etik profesinya.

D.    Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Hukum
Dalam skala internasional, United Nation Commision on Human Rights telah menolak Human Rights and Sexual Orientation pada tahun 2005 dan Economic and Social Council juga menolak untuk memberi status konsultatif kepada International Lesbian and Gay Association (ILGA) pada tahun 2006. Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang spesifik menjelaskan masalah transgender, namun secara hukum kaum transgender memiliki hak yang sama dengan manusia pada umumnya sesuai UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011).
Bagi kaum transgender yang telah menjalani operasi kelamin, status kewarganegaraannya berubah (dalam sisi jenis kelamin) jika permohonan untuk mengubah jenis kelaminnya tersebut disetujui oleh Hakim Pengadilan sesuai aturan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Oleh karena itu, tidak ada masalah jika kaum transgender menikah selama ia menikah dengan jenis kelamin yang berlawanan dan jenis kelaminnya yang sah dan terdaftar sesuai dengan dokumen kependudukannya sesuai aturan dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

E.    Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Agama
Menurut ajaran Protestan, transgender dianggap sebagai dosa karena cenderung menolak ketetapan Tuhan. Namun, hal ini dianggap sebagai fenomena yang terjadi bukan karena Tuhan yang menciptakan orang-orang seperti itu, melainkan karena manusia sudah berdosa sejak semula (konsep dosa awal). Menurut ajaran Katolik dalam KGK 2297, penggantian kelamin dianggap melanggar penghormatan terhadap integritas tubuh manusia. Menurut KGK 369, pria dan wanitalah diciptakan, artinya dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. Ajaran Hindu memandang keberadaan tiga jenis kelamin, yaitu pums-prakriti (pria), stri-prakriti (perempuan), tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks ketiga ini terdiri dari shanda (male to female) dan shandi (female to male). Karena adanya pengakuan, pemilik tritiya-prakriti diijinkan hidup bebas dan terbuka. Contohnya dalam kisah Baratayudha terdapat masa dimana Arjuna berperan sebagai Brihannala. Dengan begitu, operasi pergantian kelamin pun bebas dilakukan. Ajaran Budha juga menyimpan akar kebudayaan Hindu yang menguasai jenis kelamin ketiga. Siapapun yang telah banyak mengembangkan kebajikan dengan badan, ucapan dan pikiran, setelah meninggal dunia mempunyai kesempatan terlahir di alam bahagia tanpa terpengaruh oleh jenis kelamin. Meskipun begitu, dalam tripitaka dinyatakan bahwa seorang waria tidak berhak ditasbihkan sebagai bhiksu atau bhiksuni. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011)
Menurut pandangan Islam, transgender menimbulkan banyak kontra terkait dengan kurangnya rasa syukur manusia terhadap penciptaan Allah melalui tubuhnya. Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Hadits tersebut diperkuat dengan ayat Al-Qur’an terkait dengan transgender sebagai salah satu bentuk mengubah ciptaan-Nya, Allah SWT berfirman: “dan saya (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka (memotong telinga-telinga hewan ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), maka mereka sungguh mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain dari Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (Q.S. An-Nisaa: 119)
Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam yang harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2) Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)
Operasi pertama diharamkan dalam Islam karena merupakan unsur kesengajaan mengubah ciptaan Allah SWT. Sehingga, ketentuan terkait syariat seperti shalat dan lainnya dikembalikan kepada kondisi kelamin semula. Operasi nomor dua tentunya diperbolehkan, bahkan dianjurkan karena termasuk mengobati dan menjaga kesehatan fisik. Operasi dalam kondisi ini tidak mendatangkan masalah dalam hal syariat karena jenis kelamin yang bersangkutan tidak berubah. Operasi nomor tiga diperbolehkan jika dilakukan dengan tujuan tashih (perbaikan) atau takmil (penyempurnaan). Jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas dan mengacu pada status yang baru. (Abuddin Nata, 2004)
Dokter dan tenaga medis harus bisa mengambil langkah yang tepat dalam menjalankan tugasnya secara profesional, jika operasi tersebut dinyatakan haram (dari segi agama) maka ia ikut berdosa karena termasuk “tolong-menolong dalam dosa” dan jika sesuai syariat Islam dan diperbolehkan maka ia mendapat pahala karena termasuk “bekerjasama dalam ketakwaan dan kebajikan.” (Q.S. Al-Maidah: 2)


BAB III
PEMBAHASAN
Atsilah : Jika transgender yang dialami seseorang didasari pada faktor hormonal, apakah masih menimbulkan sanksi moral dan agama? Lalu, bagaimana sanksinya terhadap kasus transgender yang disebabkan oleh faktor lingkungan?
Hingga saat ini, kaum transgender masih menjadi kaum minoritas yang banyak mendapatkan sanksi moral berupa pengucilan dari masyarakat. Padahal kaum transgender sendiri memiliki latar belakang masalah yang berbeda hingga membuatnya menjadi transgender bahkan berani melakukan operasi kelamin. Jika dipengaruhi oleh faktor hormonal, kaum transgender pasti akan lebih tertekan dengan sanksi moral yang ia terima. Ia memutuskan untuk menjadi seorang transgender karena tidak bisa menjalani kehidupannya secara normal, namun di sisi lain ia terus mendapatkan kucilan dari masyarakat. Ia akan terus mengalami gangguan hormonal ketika berniat untuk menghindari sanksi moral tersebut.
Berbeda dengan yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,  pergaulan bebas dan trauma yang dialami semasa kecil menjadikan kaum transgender berpikir bahwa lebih baik ia melakukan transgender bahkan operasi kelamin meskipun keputusan yang ia ambil akan menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat. Dalam pandangan Islam pun tidak dipermasalahkan selama masih dalam konteks memperbaiki dan menyempurnakan. Sebaiknya memang masyarakat perlu memperbaiki pandangan buruknya terhadap kaum transgender, karena tidak semua kasus transgender merupakan perbuatan yang melanggar norma hukum dan agama.
Nabila  : Bagaimana status dokter dan tenaga kesehatan yang menggagalkan operasi kelamin? Adakah pasal UU yang mengatur kasus transgender?
Kasus transgender diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terkait dengan perizinan pemohonan kaum transgender untuk melakukan perubahan status jenis kelamin. Kaum transgender sendiri memiliki hak yang sama sesuai dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Negara mengakui status dan kedudukan kaum transgender apabila setelah mendapat perizinan dari Hakim Pengadilan yang bersangkutan bersedia untuk mengganti semua dokumen kependudukannya sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Status dokter dan tenaga kesehatan lain yang menggagalkan operasi penggantian, perbaikan ataupun pembuangan salah satu kelamin diatur dalam pasal 24 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional;
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Sehingga, mereka yang bisa dikatakan sebagai pelaku malpraktek (dalam hal ini sengaja menggagalkan operasi kelamin) diberikan sanksi oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pemberi layanan kesehatan dan oleh organisasi profesi yang bersangkutan sesuai dengan kode etik yang dilanggar.
Saras    : Apakah kaum transgender dikatakan sebagai penduduk ilegal menurut UU No. 23 Tahun 2006?
Kaum transgender status kewarganegaraannya berubah dari sisi jenis kelamin. Oleh karena itu, kaum transgender wajib melakukan penggantian jenis kelamin pada dokumen kependudukannya sesuai dengan aturan pada UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan UU yang baru mengenai Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 yaitu UU No. 24 Tahun 2013. Ia tidak dikatakan sebagai penduduk yang ilegal selama mendapat persetujuan dari Hakim Pengadilan terkait pengubahan jenis kelaminnya dan langsung mengurus dokumen kependudukannya yang baru.




BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari segi etika, operasi kelamin yang dilakukan kepada kaum transgender oleh dokter dan tenaga medis bukan merupakan sebuah pelanggaran kode etik, kecuali jika dokter dan tenaga kesehatan tersebut menggagalkan operasinya dan masuk ke dalam kasus malpraktek. Dari segi etika sosial, masih melanggar dan menimbulkan sanksi moral berupa pengucilan dari masyarakat. Dari segi hukum, transgender diperbolehkan jika sudah ada izin dari Hakim Pengadilan dan pemohon langsung mengurus dokumen kependudukannya yang baru. Dari segi agama, transgender diharamkan karena termasuk tabdil dan taghyir, yaitu mengubah ciptaan Allah kecuali ada alasan tertentu seperti berkelamin ganda (khuntsa) dan cacat kelamin yang jika dibiarkan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan reproduksinya.

B.    Saran
Penulis memberikan saran bagi masyarakat untuk tidak mengucilkan kaum transgender dan melihatnya dari sisi negatifnya saja. Indonesia juga harus menyempurnakan hukum mengenai transgender agar status dan kedudukannya menjadi jelas. Kita harus menjaga agar tidak terdapat banyak kesenjangan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan yang membuat seseorang menjadi ingin melakukan transgender dan operasi kelamin. Mendekatkan diri kepada Allah swt. adalah jalan utama untuk lebih percaya diri, menerima segala kelebihan dan kekurangan, serta mendalami ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai bentuk rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh-Nya.



DAFTAR PUSTAKA
1.        Al-qur’anul Karim dan Al-Hadits.
2.        Arni Rahmawati Fahmi Sholihah. Transseksualisme: Sex-Reassignment Surgery. Institut Teknologi Bandung. 2011 Dec 12; Accessed on November 1st, 2014 at 4 p.m. Available from URL:
3.        Budge Stephanie L, Tebbe, Esther N, Howard, Kimberly. The work experiences of transgender individuals: Negotiating the transition and career decision-making processes. A.S. Journal of Counseling Psychology. 2010 Oct; 57(4): 377-93. Downloaded on November 1st, 2014 at 2:33 p.m. Available from URL:
4.        Ghalib, Achmad. Rekonstruksi Pemikiran Islam. 1st. ed. Jakarta: UIN Jakarta Press; 2005. 93-105 p.
5.   Hariyanto, Muhsin. Fenomena Transgender dan Hukum Operasi Kelamin. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011 Dec 21; Accessed on November 1st, 2014 at 8.51 p.m. Available from URL:
6.        Koeswinarno. Hidup Sebagai Waria. 1st. ed. Yogyakarta: Lkis; 2004. 15 p.
7.        Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender. 1992. 1 leaves.
8.        Mustika, Andri Adi. Operasi Ganti Kelamin. Scribd. 2013 May 09; Downloaded on November 1st, 2014 at 8:37 p.m. Available from URL:
9.        Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. 1st. ed. Jakarta: UIN Jakarta Press; 2004. 196-205 p.
10.    Nugroho, Riant. Gender dan Administrasi Publik. 1st. ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2008.  30 p.
11.    Pulungan, Suyuthi. Universalisme Islam. 1st. ed. Tuwah Muhammad dkk, editor.  Jakarta: Moyo Segoro Agung; 2002. 255-61 p.
12.    UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886.
13.    UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 124. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674.
14.    UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063.
15.    UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076.
16.    UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475.
17.    Winda Novtatika Anggraeni. Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap  Keberadaan Transgender. 2013. 5 p. Downloaded on November 1st, 2014 at 2:48 p.m. Available from URL: