Oktober 05, 2014

Sejarah: Indonesia pada Awal Kemerdekaan



Indonesia pada Awal Kemerdekaan
  1. Peristiwa Seputar Proklamasi 17 Agustus 1945
1.       Peristiwa Rengasdengklok
15 Agustus 1945
Malam hari, pertemuan para pemuda dan mahasiswa di Laboratorium Bakteriologi, di jalan Pegangsaan Timur. Pertemuan dipimpin oleh Chairul Saleh, dan dihadiri oleh Darwis, Djohar, Nur, Kusnandar, Subadio, Erie Sudewo, Margono, Wikana, dan Armansyah. Mereka sepakat untuk menolak segala hadiah kemerdekaan dari Jepang dan kemerdekaan harus segera diproklamasikan.
Pukul 21.00, Wikana dan Darwis segera menemui Bung Karno di kediamannya yang didampingi oleh Bung Hatta, Mr. Iwa Kusumasumantri, dr. Samsi, dr. Buntaran, Sudiro, Subardjo. Lewat tengah malam,  para pemuda mengadakan pertemuan kembali di Asrama Baperpi, di jalan Cikini no. 71.  Pertemuan ini juga dihadiri oleh dr. Muwardi, Sukarni, Jusuf Kunto, dan Cudanco Singgih.
16 Agustus 1945
Pada pukul 04.00, para pemuda mengamankan Soekarno – Hatta dan dibawa menuju Markas Peta (Cudanco Subeno) di Rengasdengklok, agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pukul 17.00, Ahmad Soebardjo ditemani Jusuf Kunto, Sudiro, dan Sulaeman tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta.
Pukul 23.00, Rombongan tiba di Jakarta. Setelah singgah sebentar ke rumah masing-masing, mereka langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda.
Dasar perbedaan antara golongan muda dan golongan tua
Terletak pada momentum kapan harus dilaksanakannya proklamasi dan cara pelaksanaannya.
Golongan tua: Soekarno, Moh.Hatta, Ahmad Soebardjo, Iwa Kusumasumantri, dr. Buntaran, dr. Samsi. Proses proklamasi sebaiknya dilaksanakan atas dasar perhitungan politik untuk menghindari pertikaian dengan Jepang. Kemerdekaan sebaiknya melalui PPKI.
Golongan muda: Chairul Saleh, Djohar Nur, Subadio, Subadio, Subianto, Kusnandar, Margono, Wikana, Armansyah. Proklamasi kemerdekaan harus dilaksanakan dengan kekuatan bangsa sendiri tanpa harus melalui PPKI yang dianggap sebagai hadiah Jepang.
2.       Perumusan Teks Proklamasi
17 Agustus 1945, Pukul 01.30, perundingan di rumah Laksamana Tadashi Maeda dimulai. Terjadi perdebatan antara Soekarno, Hatta, dan anggota-anggota PPKI dengan perwakilan pemuda (Sukarni dan Chaerul Saleh).
Bung Karno yang dibantu Bung Hatta dan Ahmad Soebardjo, kemudian menyiapkan teks yang ditulis dengan judul “Maklumat Kemerdekaan”. Atas usul Mr. Iwa Kusumasumantri, kata maklumat diganti dengan proklamasi.
Setelah teks Proklamasi disetujui, muncul pertentangan baru tentang siapa yang akan menandatanganinya. Atas usul Sukarni, hanya Soekarno dan Hatta yang akan menandatangani. Sayuti Melik kemudian mengetik teks ini dengan memperbaiki beberapa kata.
3.       Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pengumuman tentang Proklamasi kemerdekaan dicetak dengan cepat menggunakan peralatan seadanya dan disebarkan ke masyarakat.
Awalnya Proklamasi Kemerdekaan akan dilaksanakan di lapangan IKADA, namun demi alasan keamanan kemudian dipindahkan ke kediaman Soekarno di jalan Pegangsaan Timur no. 56.
Susunan acara pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut:
a.       Pembacaan Proklamasi
b.      Pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati, diiringi lagu Indonesia Raya.
c.       Sambutan walikota Suwiryo dan dr. Muwardi
Berita tentang proklamasi segera disebarkan ke seluruh penjuru tanah air dan dunia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi hari teks proklamasi telah sampai ke tangan Waidan B. Palenewan (kepala Radio Domei), kemudian memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkannya 3 kali berturut-turut.
Pemancar radio kemudian disegel oleh Jepang. Berita proklamasi tetap terus disebarkan oleh para pemuda dengan merakit pemancar baru di Menteng 31 yang berkode panggil DJK I.
Selain melalui radio, berita proklamasi juga disebarkan lewat surat kabar dan selebaran. Hampir semua surat kabar di Jawa yang terbit 20 Agustus 1945 memberitakan tentang proklamasi dan UUD RI.
  1. Kebijakan Pemerintah Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan
1.       Kebijakan Ekonomi-Keuangan
a.       Kebijakan Ekonomi-Keuangan Domestik
Dalam penerapan kebijakan perekonomian dan keuangan domestik, Pemerintah RI menghadapi berbagai tantangan berat antara lain:
a)      Tingginya tingkat inflasi karena beredarnya mata uang Jepang secara tidak terkendali
b)      Kondisi kas negara yang masih kosong
c)       Perdagangan ekspor yang macet akibat blokade laut Belanda
d)      Adanya maklumat dari Panglima AFNEI yang tetap memberlakukan mata uang NICA di wilayah yang dikuasai Sekutu
Pembentukan Bank Negara Indonesia:
BNI didirikan pada tanggal 5 Juli 1946 berdasarkan Perpu No. 2 Tahun 1946. BNI 1946 menjadi bank umum pertama milik RI yang dikepalai oleh Margono Djojohadikusumo.
Pemberlakuan Oeang Republik Indonesia (ORI):
ORI dikeluarkan oleh pemerintah pada tanggal 1 Oktober 1946 berdasarkan UU No. 17 tahun 1946. ORI diperkuat lagi dengan UU No. 19 tahun 1946, tentang pengaturan penukaran mata uang Jepang terhadap ORI. Kebijakan Pemerintah RI mengeluarkan ORI memiliki 2 signifikansi utama:
a)      Menekan inflasi yang disebabkan beradarnya mata uang asing
b)      Menstabilkan harga-harga barang yang tidak tercapai oleh daya beli masyarakat
Pinjaman Nasional:
Dikeluarkannya peraturan tentang kewajiban menabung oleh Menkeu Ir. Surachman, sesungguhnya masyarakat telah memberi pinjaman kepada pemerintah. Pada tahap pertama, dana yang didapat dari Bank Tabungan Pos dan Pegadaian berhasil mencapai Rp. 500 juta.
Nasionalisasi de Javasche Bank:
Hasil kinerja Panitia Nasionalisasi de Javasche terlihat pada 12 Juli 1951 dengan pemberhentian Dr. Houwink  dan diganti oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Pada 15 Desember 1951, dikeluarkannya UU. No. 24 tahun 1951 tentang nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral dan bank sirkulasi di Indonesia.
Undang-undang tersebut diperkuat dengan UU. No. 11/ 1953 dan Lembaran Negara No. 40 tentang restrukturisasi tatanan birokrasi pejabat keuangan dan moneter Indonesia
Badan Perancang Ekonomi:
Lembaga ini diresmikan pada 19 Januari 1947 dan berada di bawah Kementrian Kemakmuran yang bertugas menyusun rencana pembangunan perekonomian selama 2 sampai 3 tahun. Hasilnya adalah diajukannya draf Rencana Pembangunan 10 tahun.
Kasimo Plan:
I.J. Kasimo sebagai Menteri Urusan Bahan Pangan menggulirkan sebuah rencana untuk melakukan swasembada pangan beras.
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi:
Pada Bulan April 1947, Badan Perancang Ekonomi diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang betugas memberikan saran atas kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh Pemerintah.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng:
Program Benteng yang digagas oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo (pada masa Kabinet Natsir) merupakan sebuah penataan kondisi ekonomi Indonesia harus diawali dengan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
Dalam hal ini para pengusaha nasional harus diberi prioritas untuk lebih berkembang dengan pemberian bantuan modal dan pelatihan yang dilaksanakan sejak April 1950 hingga 1953.
Program ini tidak berhasil, karena para pengusaha ternyata justru semakin bergantung kepada pemerintah tanpa berusaha secara mandiri.
Kebijakan Indonesianisasi:
Di bawah Kabinet Ali Sastroamidjojo, Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisuryo berusaha mendorong kembali pengusaha-pengusaha kecil untuk berkembang. Upaya-upaya yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a)      Pemerintah mewajibkan perusahaan asing untuk melatih tenaga-tenaga Indonesia.
b)      Pemerintah mendirikan perusahaan negara.
c)       Pemerintah memberikan kredit bagi pengusaha nasional.
d)      Pemerintah memberikan perlindungan hukum yang jelas.
b.      Kebijakan Ekonomi-Keuangan Internasional
Untuk mengatasi blokade laut yang dilakukan oleh Belanda, maka pemerintah Indonesia menerapkan strategi diplomasi melalui jalur politik dan ekonomi.
Melalui jalur politik, strategi diplomasi yang digunakan oleh pemerintah adalah dengan cara memberikan bantuan berupa 500 ribu ton beras terhadap India yang sedang dilanda bencana kelaparan yang berkepanjangan.
Melalui jalur ekonomi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi untuk membuat sebuah kontak dagang langsung dengan negara asing.
Makna politis dari strategi diplomasi ini terletak pada 2 hal, yaitu:
a)      Indonesia telah menunjukkan kepada dunia internasional bahwa secara politis, blokade laut Belanda tidak memiliki implikasi apa-apa.
b)      Indonesia ternyata memiliki strategi yang jitu untuk mendapatkan dukungan India dalam berbagai forum dunia internasional.
Perkembangan dari strategi diplomasi tersebut, Indonesia mendapatkan dukungan India di forum-forum internasional untuk memaksa Belanda agar mencabut aksi blokade lautnya terhadap Indonesia.
Melalui jalur ekonomi, pemerintah RI menerapkan strategi untuk membuat sebuah kontak dagang langsung negara asing, seperti dengan AS, Malaya, dan Singapura. Indonesia kemudian mendirikan Banking and Trading Corporation (BTC) yang dipimpin oleh Dr. Soemitro dan Dr. Oeng Eng Die.
1947, Indonesia juga membentuk lembaga perwakilan dagang di Singapura yang bernama Indonesia Office (Indoff).
Strategi Ekonomi dinilai cukup efektif karena dua hal utama:
a)      Negara-negara yang berinteraksi dagang langsung dengan Indonesia merasa tidak nyaman dengan adanya blokade laut Belanda. Seperti kasus ditahannya kapal dagang AS Martin Behrman.
b)      Negara-negara partner dagang Indonesia akan secara langsung mendukung Indonesia untuk mencabut blokade laut Belanda.
2.       Kebijakan Birokrasi Pemerintahan
Hasil Sidang I PPKI (18 Agustus 1945):
a.       Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945
b.      Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wapres secara aklamasi
c.       Membentuk Komite Nasional MPR dan DPR untuk membantu tugas-tugas Presiden
Hasil Sidang II PPKI (19 Agustus 1945):
a.       Membentuk 12 departemen dan 4 menteri negara tanpa portofolio
b.      Membagi wilayah administrasi pemerintahan atas 8 provinsi





No.
Susunan Kabinet Pertama Hasil Sidang PPKI
1
Menteri Dalam Negeri
R.A.A. Wiranata Kusumah
2
Menteri Luar Negeri
Mr. Achmad Subardjo
3
Menteri Keuangan
Mr. A.A. Maramis
4
Menteri Kehakiman
Prof. Dr. Mr. Supomo
5
Menteri Keamanan Rakyat
Supriyadi
6
Menteri Kemakmuran
Ir. Surachman T. Adisurjo
7
Menteri Kesehatan
dr. Buntaran Martoatmojo
8
Menteri Pengajaran
Ki Hadjar Dewantara
9
Menteri Penerangan
Mr. Amir Sjarifuddin
10
Menteri Pekerjaan Umum
Abikusno Cokrosujoso
11
Menteri Sosial
Mr. Iwa Kusumasumantri
12
Menteri Perhubungan
Abikusno Cokrosujoso
13
4 Menteri Negara
(tanpa portofolio)
Dr. Amir; Wachid Hasjim; Mr. R.M. Sartono; Otto Iskandardinata

No.
Susunan Pembagian Wilayah Administrasi (Hasil PPKI)
1
Provinsi Sumatera
Teuku Muhammad Hasan
2
Provinsi Jawa Barat
Sutarjo Kartohadikusmo
3
Provinsi Jawa Tengah
R. Panji Suroso
4
Provinsi Jawa Timur
R.M. Suryo
5
Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara)
Mr. I Gusti Ketut Puja
6
Provinsi Maluku
Mr. J. Latuharhary
7
Provinsi Sulawesi
Dr. G.S.SJ. Ratulangi
8
Provinsi Borneo
Ir. Pangeran Muhammad Noer
Maklumat Wakil Presiden Moh. Hatta bersama KNIP (16 Oktober 1945):
Menetapkan bahwa KNIP memiliki kewenangan eksekutif dan legislatif, serta memiliki hak menyusun GBHN.
Maklumat Politik 3 November 1945:
Ditandatangani oleh Wapres Moh. Hatta atas desakan Sutan Sjahrir (Ketua BP-KNIP).
a.       Pemerintah RI  menghendaki munculnya partai-partai politik untuk menjadi media dalam menyalurkan dan merefresentasikan seluruh aliran dan paham
b.      Pemerintah RI menetapkan bahwa pembentukan partai-partai politik telah tersusun sebelum pemilu pada 1946
Keputusan yang dihasilkan dalam Rapat Pleno KNIP (25-26 November 1945):
a.       Eksistensi dan Kedudukan dari Komite Nasional
b.      Pembentukan partai-partai politik sebagai wujud dari proses demokratisasi bangsa
c.       Penetapan secara bersama ruang lingkup kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri RI
d.      Usulan tentang proses perubahan pemerintahan lama yang disertai dengan adanya proses pertanggungjawaban kementrian dan pembentukan susunan dewan kementrian baru
e.      Ketetapan tentang penyusunan dan penyempurnaan terhadap susunan KNIP yang berperan untuk menjalankan kuasanya pada MPR. Perjalanan kekuasaan ini berlangsung dari sistem pemerintahan presidensil hingga sistem parlementer
3.       Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Bidang Militer
Badan-Badan Perjuangan yang tergabung dalam Komite Van Aksi:
a.       Angkatan Pemuda Indonesia (API)
b.      Barisan Rakyat Indonesia (BARA)
c.       Barisan Buruh Indonesia (BBI)
d.      Barisan Banteng
e.      Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS)
f.        Pemuda Indonesia Maluku (PIM)
g.       Hizbullah dan Sabilillah
h.      Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo)
i.         Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI)
Kesatuan Militer Pelajar dan Mahasiswa:
a.       Tentara Pelajar (TP)
b.      Tentara Genie Pelajar (TGP)
c.       Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP)
Aceh: Angkatan Pemuda Indonesia (API); BPI (Barisan Pemuda Indonesia) berubah menjadi PRI (Pemuda Republik Indonesia)
Sumatera: Pemuda Republik Andalas; Pemuda Andalas; Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat
Sulawesi: Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI)
4.       Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Bidang Hubungan Pusat dan Daerah
Selain harus merumuskan dasar negara, bentuk kepemimpinan, dan perangkat negara lainnya, para pendiri negara juga harus memikirkan cara untuk mengintegrasikan keanekaragaman bangsa ke dalam satu integrasi, yaitu negara Indonesia.
Struktur birokrasi terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah. Pemerintah pusat berperan sebagai pengontrol pemerintahan daerah dan pengawasan pemerataan pembangunan.
Struktur birokrasi pada masa awal kemerdekaan masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya adanya distorsi dalam efektivitas penyampaian aspirasi yang bersifat bertingkat (bottom up) serta distorsi dalam pelaksanaan birokrasi bersifat top-down.
Para pejabat birokrasi pada masing-masing level pemerintahan harus melaksanakan fungsi agrerasi kepentingan dan artikulasi kepentingannya dengan optimal. Struktrur birokrasi pada masa awal kemerdekan ini cukup efektif dalam menyusun sebuah strategi ekonomi dan hankam antara 1945-1950.
a.       Gubernur-Provinsi
b.      Bupati-Kabupaten
c.       Camat-Kecamatan
d.      Lurah/Kepala Desa-Kelurahan/Desa

  1. Gejolak Sosial di Berbagai Daerah Pada Awal Kemerdekaan
Gerakan Gangguan Keamanan di Dalam Negeri:
1.       Gerakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI / TII)
Lokasi
Pemimpin
Latar Belakang
Penanganan
Jawa Barat
S.M. Kartosuwiryo
Menolak persetujuan Renville untuk hijrah ke Jawa Tengah dan tidak mengakui lagi RI
Operasi Brata Yudha (1962) dengan taktik Pagar Betis
Jawa Tengah
Amir Fatah & Kyai Somolangu
23 Agustus 1949, bergabung bersama DI/ TII Kartosuwiryo
Operasi Guntur (1954)
Aceh
Daud Beureuh
Kekecewaan akibat penurunan status Aceh menjadi keresidenan di provinsi Sumatera Utara
Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (Desember 1962)
Sulawesi Selatan
Kahar Muzakar
Banyaknya eks laskar yang gagal dalam nasionalisasi laskar-laskar menjadi APRIS
Penumpasan memerlukan waktu 14 tahun hingga 1965
Kalimantan Selatan
Ibnu Hadjar
1959, melalui operasi militer, Ibnu Hadjar ditangkap dan dihukum mati (22 Maret 1965)
2.       Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil
Pemimpin: Kapten Raymond Westerling
Tujuan (Latar Belakang): Mempertahankan kepentingan Belanda melalui negara boneka ciptaannya dalam sistem negara federal
Pada 23 Januari 1963, 800 pasukan APRA menyerang Bandung
Penanggulangan: Pemerintah RI menghubungi pimpinan pasukan Belanda. Sore hari pasukan APRA berhasil dilumpuhkan oleh APRIS. Westerling berhasil lolos
3.       Pemberontakan Andi Aziz
Pemimpin: Kapten KNIL Andi Aziz
Tujuan (Latar Belakang): Di Makassar terjadi pro-kontra tentang pembubaran (NIT) Negara Indonesia Timur. Muncul Kekhawatiran bahwa kedudukan Andi Aziz dan pengikutnya akan terdesak akibat oleh datangnya pasukan APRIS dari Jawa.
Pagi hari, 5 April 1950 Andi Aziz dan pasukannya menyerang markas APRIS dan menguasai Makassar. Pasukan Andi Aziz diberi ultimatum oleh pemerintah pusat namun ditolak.
Penanggulangan: Pengerahan Pasukan gabungan APRIS dipimpin oleh Kol. A.E. Kawilarang dibantu oleh Letkol Soeharto, Mayor H.V. Worang, Andi Mattalata, dan Letnan S. Sukowati
4.       Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemimpin: Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan Jaksa Agung NIT)
Tujuan (Latar Belakang): Setelah NIT bubar, ingin membentuk pemerintahan sendiri dan lepas dari negara RI
RMS diproklamasikan pada tanggal 24 April 1950
Penanggulangan: Misi damai yang dipimpin oleh dr. Leimena ditolak RMS; APRIS melakukan serangan atas 3 grup pasukan:
Mayor Achmad Wirahadikusumah; Letkol. Slamet Riyadi; Mayor Surjo Subandrio.
5.       Gerakan PRRI-PERMESTA (Pemerintah Revousioner Republik Indonesia-Perjuangan Rakyat Semesta)
Pemimpin: Letkol Achmad Husein (Dewan Banteng) dan Letkol Ventje Sumual (PERMESTA)
Tujuan (Latar Belakang): Keprihatinan terhadap situasi dan kondisi bangsa yang teramat kacau. Kecewa terhadap pemerintah pusat yang sentralistisdan tidak adil
20 Desember 1956, Achmad Husein mengambil alih Sumatera Tengah.
2 Maret 1957, Ventje Sumual memproklamasikan Piagam PERMESTA (Perjuangan Rakyat Semesta).
15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.
17 Februari 1958, Kol. D.J. Somba (Komandan KDMSUT) menyatakan wilayah Sulawesi Utara dan Tengah bergabung dengan PRRI.
Penanggulangan: Dilakukan MUNAS dan MUNAP (1957), namun tidak berhasil. PRRI-PERMESTA dilumpuhkan pada Agustus 1958 dan sisa-sisanya pada 1961. 22 Juni 1961, pemerintah memberikan amnesti dan abolisi.
6.       Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pemimpin: Amir Syarifuddin (Pemimpin FDR/ Front Demokrasi Rakyat); Musso
Tujuan (Latar Belakang): Adanya ketidakpuasan terhadap Kabinet Hatta sehingga ingin melakukan revolusi dan mendirikan negara Sosialis di Indonesia
Di Solo terjadi bentrok antara simpatian FDR/PKI dengan TNI.
Pada 18 Septeber 1948, FDR/PKI menguasai Madiun dan memproklamasikan berdirinya Republik Soviet Indonesia.
Penanggulangan: Dilakukan operasi penumpasan oleh TNI yang dipimpin oleh Kol. A.H. Nasution
  1. Perkembangan Situasi Politik dan Kenegaraan Indonesia di Awal Kemerdekaan
1.       Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
Golongan Partai Politik Berhaluan Nasionalis
Napas pergerakan kelompok-kelompok nasionalisme pada dasarnya berfokus pada perjuangan kebebasan intelektual yang akan membawa suatu negara kepada kemakmuran dan kesejahteraan
Gerakan nasionalisme di Indonesia diwakili oleh PNI (Partai Nasional Indonesia) yang berdiri pada 29 Januari 1946
PNI adalah gabungan Partai Rakyat Indonesia (PRI), Serikat Rakyat Indonesia dan Gerakan Republik Indonesia dengan dipimpin oleh Sidik Djojosukarto
Golongan Partai Politik Berhaluan Agama
a.       Islam
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), 7 November 1945. Dipimpin oleh Dr. Soekiman Wirjosandjojo; Nahdlatul Ulama (NU), 1926
b.      Kristen Protestan
Partai Kristen Indonesia (Parkindo), 10 November 1945. Dipimpin oleh Ds. Probowinoto
c.       Kristen Khatolik
d.      Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI), 8 Desember 1945. Dipimpin oleh I.J. Kasimo
Golongan Partai Politik Berhaluan Sosialis-Komunis

Nama Partai
Waktu Pendirian
Pemimpin
Partai Komunis Indonesia (PKI)
7 November 1945
Mr. Moh. Yusuf
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
17 Desember 1945
J.B. Assa
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
10 November 1945
Mr. Amir Syarifuddin
Partai Buruh Indonesia (PBI)
8 November 1945
Nyono
Partai Rakyat Sosialis (PRS)
20 November 1945
Sutan Sjahrir
Partai Rakyat Jelata
8 November 1945
Sutan Dewanis
2.       Hubungan antara Keragaman Partai Politik dan Perubahan Otoritas Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Kinerja BP-KNIP kemudian menghasilkan Maklumat Politik 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat inilah yang menjadi awal dari adanya otoritas mutlak KNIP untuk membentuk sebuah kebijakan yang efek cakupannya bersifat nasional, dan setara dengan kebijakan yang dibuat oleh Presiden.
Otoritas KNIP yang pada awalnya hanya bertugas untuk membantu kinerja presiden, telah beralih kepada kekuasaan mutlak untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang selayaknya dimiliki oleh Presiden RI menurut UUD 1945.
3.       Hubungan antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga Kepresidenan
Terdapatnya keragaman ideologi yang terbagi ke dalam golongan nasionalis, agama, dan sosialis-komunis pada awal kemerdekaan mengandung implikasi yang signifikan terhadap struktur kepemimpinan negara.
Perubahan otoritas KNIP dan munculnya berbagai partai politik di Indonesia menjadi dua katalisator utama terhadap perubahan struktur kekuasaan pemerintahan.
Susunan kabinet pertama yang dibentuk pada 2 September 1945 pada dasarnya mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia.
Nasionalis: Ir. Soekarno, Achmad Subardjo
Agama: Wachid Hasyim, Abikusno Cokrosujoso
Sosialis-Komunis: Sutan Sjahrir, Amir Syarifuddin