Indonesia pada Awal Kemerdekaan
- Peristiwa Seputar Proklamasi 17 Agustus 1945
1. Peristiwa Rengasdengklok
15
Agustus 1945
Malam hari, pertemuan para
pemuda dan mahasiswa di Laboratorium Bakteriologi, di jalan Pegangsaan Timur. Pertemuan dipimpin oleh Chairul Saleh, dan
dihadiri oleh Darwis, Djohar,
Nur, Kusnandar, Subadio, Erie Sudewo, Margono, Wikana, dan Armansyah. Mereka sepakat
untuk menolak segala hadiah kemerdekaan dari Jepang dan kemerdekaan harus
segera diproklamasikan.
Pukul 21.00, Wikana dan Darwis segera menemui Bung Karno di kediamannya
yang didampingi oleh Bung Hatta, Mr. Iwa Kusumasumantri, dr. Samsi, dr.
Buntaran, Sudiro, Subardjo. Lewat tengah
malam, para pemuda mengadakan pertemuan
kembali di Asrama Baperpi, di jalan Cikini no. 71. Pertemuan ini juga dihadiri oleh dr. Muwardi, Sukarni, Jusuf Kunto, dan
Cudanco Singgih.
16
Agustus 1945
Pada pukul 04.00, para pemuda mengamankan Soekarno – Hatta dan dibawa menuju
Markas Peta (Cudanco Subeno) di Rengasdengklok, agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pukul 17.00, Ahmad
Soebardjo ditemani Jusuf Kunto, Sudiro, dan Sulaeman tiba di Rengasdengklok
untuk menjemput Soekarno dan Hatta.
Pukul 23.00, Rombongan tiba di Jakarta. Setelah singgah sebentar ke rumah
masing-masing, mereka langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda.
Dasar perbedaan
antara golongan muda dan golongan tua
Terletak pada momentum kapan harus dilaksanakannya proklamasi dan cara
pelaksanaannya.
Golongan
tua: Soekarno, Moh.Hatta, Ahmad Soebardjo, Iwa
Kusumasumantri, dr. Buntaran, dr. Samsi. Proses proklamasi sebaiknya dilaksanakan atas dasar perhitungan politik untuk
menghindari pertikaian dengan Jepang. Kemerdekaan sebaiknya melalui PPKI.
Golongan muda: Chairul
Saleh, Djohar Nur, Subadio, Subadio, Subianto, Kusnandar, Margono, Wikana,
Armansyah. Proklamasi kemerdekaan harus
dilaksanakan dengan kekuatan bangsa sendiri tanpa harus melalui PPKI yang
dianggap sebagai hadiah Jepang.
2. Perumusan Teks Proklamasi
17 Agustus 1945,
Pukul 01.30, perundingan di rumah Laksamana Tadashi Maeda dimulai. Terjadi perdebatan
antara Soekarno, Hatta, dan anggota-anggota PPKI dengan perwakilan pemuda
(Sukarni dan Chaerul Saleh).
Bung Karno yang dibantu Bung Hatta dan Ahmad Soebardjo, kemudian
menyiapkan teks yang ditulis dengan judul “Maklumat Kemerdekaan”. Atas usul Mr.
Iwa Kusumasumantri, kata maklumat diganti dengan proklamasi.
Setelah teks Proklamasi disetujui, muncul pertentangan baru tentang siapa
yang akan menandatanganinya. Atas usul Sukarni, hanya Soekarno dan Hatta yang
akan menandatangani. Sayuti Melik
kemudian mengetik teks ini dengan memperbaiki beberapa kata.
3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pengumuman tentang Proklamasi kemerdekaan dicetak dengan cepat
menggunakan peralatan seadanya dan disebarkan ke masyarakat.
Awalnya Proklamasi Kemerdekaan akan dilaksanakan di lapangan IKADA, namun
demi alasan keamanan kemudian dipindahkan ke kediaman Soekarno di jalan
Pegangsaan Timur no. 56.
Susunan acara pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut:
a.
Pembacaan
Proklamasi
b. Pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati, diiringi lagu Indonesia Raya.
c.
Sambutan
walikota Suwiryo dan dr. Muwardi
Berita tentang proklamasi segera disebarkan ke seluruh penjuru tanah
air dan dunia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi hari teks proklamasi telah sampai ke
tangan Waidan B. Palenewan (kepala Radio Domei), kemudian memerintahkan F. Wuz
untuk menyiarkannya 3 kali berturut-turut.
Pemancar radio kemudian disegel oleh Jepang. Berita proklamasi tetap
terus disebarkan oleh para pemuda dengan merakit pemancar baru di Menteng 31
yang berkode panggil DJK I.
Selain melalui radio, berita proklamasi juga disebarkan lewat surat kabar
dan selebaran. Hampir semua surat kabar di Jawa yang terbit 20 Agustus 1945
memberitakan tentang proklamasi dan UUD RI.
- Kebijakan Pemerintah Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan
1. Kebijakan
Ekonomi-Keuangan
a.
Kebijakan Ekonomi-Keuangan Domestik
Dalam penerapan
kebijakan perekonomian dan keuangan domestik, Pemerintah RI menghadapi berbagai tantangan berat
antara lain:
a)
Tingginya tingkat inflasi
karena beredarnya mata uang Jepang secara tidak terkendali
b)
Kondisi kas negara yang masih
kosong
c)
Perdagangan ekspor yang macet akibat
blokade laut Belanda
d)
Adanya maklumat dari Panglima
AFNEI yang tetap memberlakukan mata uang NICA di wilayah yang dikuasai Sekutu
Pembentukan Bank
Negara Indonesia:
BNI didirikan pada
tanggal 5 Juli 1946 berdasarkan Perpu No. 2 Tahun 1946. BNI 1946 menjadi bank
umum pertama milik RI yang dikepalai oleh Margono Djojohadikusumo.
Pemberlakuan Oeang Republik
Indonesia (ORI):
ORI dikeluarkan
oleh pemerintah pada tanggal 1 Oktober 1946 berdasarkan UU No. 17 tahun 1946.
ORI diperkuat lagi dengan UU No. 19 tahun 1946, tentang pengaturan penukaran
mata uang Jepang terhadap ORI. Kebijakan Pemerintah RI mengeluarkan ORI memiliki 2 signifikansi utama:
a) Menekan inflasi yang disebabkan beradarnya mata uang asing
b) Menstabilkan harga-harga barang yang tidak tercapai oleh daya beli
masyarakat
Pinjaman Nasional:
Dikeluarkannya
peraturan tentang kewajiban menabung oleh Menkeu Ir. Surachman, sesungguhnya masyarakat
telah memberi pinjaman kepada pemerintah. Pada tahap pertama, dana yang
didapat dari Bank Tabungan Pos dan Pegadaian berhasil mencapai Rp. 500 juta.
Nasionalisasi de
Javasche Bank:
Hasil kinerja
Panitia Nasionalisasi de Javasche terlihat pada 12 Juli 1951 dengan
pemberhentian Dr. Houwink dan diganti
oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Pada 15 Desember 1951, dikeluarkannya UU. No. 24 tahun 1951 tentang
nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral
dan bank sirkulasi di Indonesia.
Undang-undang
tersebut diperkuat dengan UU. No. 11/ 1953 dan Lembaran Negara No. 40 tentang
restrukturisasi tatanan birokrasi pejabat keuangan dan moneter Indonesia
Badan Perancang
Ekonomi:
Lembaga ini diresmikan
pada 19 Januari 1947 dan berada di bawah Kementrian Kemakmuran yang bertugas
menyusun rencana pembangunan perekonomian selama 2 sampai 3 tahun. Hasilnya adalah
diajukannya draf Rencana Pembangunan 10 tahun.
Kasimo Plan:
I.J. Kasimo sebagai
Menteri Urusan Bahan Pangan menggulirkan sebuah rencana untuk melakukan
swasembada pangan beras.
Panitia Pemikir
Siasat Ekonomi:
Pada Bulan April
1947, Badan Perancang Ekonomi diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi
yang betugas memberikan saran atas kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh
Pemerintah.
Sistem Ekonomi
Gerakan Benteng:
Program Benteng
yang digagas oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo (pada masa Kabinet Natsir)
merupakan sebuah penataan kondisi ekonomi Indonesia harus diawali dengan mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
Dalam hal ini para pengusaha
nasional harus diberi prioritas untuk lebih berkembang dengan pemberian bantuan
modal dan pelatihan yang dilaksanakan sejak April 1950 hingga 1953.
Program ini tidak
berhasil, karena para pengusaha ternyata justru semakin bergantung kepada
pemerintah tanpa berusaha secara mandiri.
Kebijakan
Indonesianisasi:
Di bawah Kabinet
Ali Sastroamidjojo, Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisuryo berusaha
mendorong kembali pengusaha-pengusaha kecil untuk berkembang. Upaya-upaya yang
ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Pemerintah
mewajibkan perusahaan asing untuk melatih tenaga-tenaga Indonesia.
b) Pemerintah
mendirikan perusahaan negara.
c) Pemerintah
memberikan kredit bagi pengusaha nasional.
d) Pemerintah
memberikan perlindungan hukum yang jelas.
b.
Kebijakan Ekonomi-Keuangan Internasional
Untuk mengatasi blokade laut yang dilakukan
oleh Belanda, maka pemerintah Indonesia menerapkan strategi diplomasi melalui jalur politik dan ekonomi.
Melalui jalur
politik, strategi diplomasi yang digunakan oleh pemerintah
adalah dengan cara memberikan bantuan berupa 500 ribu ton beras terhadap India
yang sedang dilanda bencana kelaparan yang berkepanjangan.
Melalui jalur
ekonomi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi untuk membuat
sebuah kontak dagang langsung dengan negara asing.
Makna politis dari
strategi diplomasi ini terletak pada 2 hal, yaitu:
a) Indonesia telah
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa secara politis, blokade laut Belanda
tidak memiliki implikasi apa-apa.
b) Indonesia ternyata
memiliki strategi yang jitu untuk mendapatkan dukungan India dalam berbagai
forum dunia internasional.
Perkembangan dari strategi diplomasi
tersebut, Indonesia mendapatkan dukungan India di forum-forum internasional
untuk memaksa Belanda agar mencabut aksi blokade lautnya terhadap Indonesia.
Melalui jalur ekonomi, pemerintah RI
menerapkan strategi untuk membuat sebuah kontak dagang langsung negara asing,
seperti dengan AS, Malaya, dan Singapura. Indonesia
kemudian mendirikan Banking and Trading Corporation (BTC) yang dipimpin oleh
Dr. Soemitro dan Dr. Oeng Eng Die.
1947, Indonesia juga membentuk lembaga
perwakilan dagang di Singapura yang bernama Indonesia Office (Indoff).
Strategi Ekonomi dinilai cukup efektif karena
dua hal utama:
a)
Negara-negara yang berinteraksi
dagang langsung dengan Indonesia merasa tidak nyaman dengan adanya blokade laut
Belanda. Seperti kasus ditahannya kapal dagang AS Martin Behrman.
b)
Negara-negara partner dagang
Indonesia akan secara langsung mendukung Indonesia untuk mencabut blokade laut
Belanda.
2. Kebijakan Birokrasi Pemerintahan
Hasil Sidang I PPKI
(18 Agustus 1945):
a. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945
b. Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wapres
secara aklamasi
c. Membentuk Komite Nasional MPR dan DPR untuk membantu tugas-tugas
Presiden
Hasil Sidang II
PPKI (19 Agustus 1945):
a. Membentuk 12 departemen dan 4 menteri negara tanpa portofolio
b. Membagi wilayah administrasi pemerintahan atas 8 provinsi
No.
|
Susunan
Kabinet Pertama Hasil Sidang PPKI
|
|
1
|
Menteri Dalam Negeri
|
R.A.A. Wiranata Kusumah
|
2
|
Menteri Luar Negeri
|
Mr. Achmad Subardjo
|
3
|
Menteri Keuangan
|
Mr. A.A. Maramis
|
4
|
Menteri Kehakiman
|
Prof. Dr. Mr. Supomo
|
5
|
Menteri Keamanan Rakyat
|
Supriyadi
|
6
|
Menteri Kemakmuran
|
Ir. Surachman T. Adisurjo
|
7
|
Menteri Kesehatan
|
dr. Buntaran Martoatmojo
|
8
|
Menteri Pengajaran
|
Ki Hadjar Dewantara
|
9
|
Menteri Penerangan
|
Mr. Amir Sjarifuddin
|
10
|
Menteri Pekerjaan Umum
|
Abikusno Cokrosujoso
|
11
|
Menteri Sosial
|
Mr. Iwa Kusumasumantri
|
12
|
Menteri Perhubungan
|
Abikusno Cokrosujoso
|
13
|
4 Menteri Negara
(tanpa portofolio)
|
Dr. Amir; Wachid Hasjim; Mr. R.M. Sartono; Otto
Iskandardinata
|
No.
|
Susunan Pembagian Wilayah Administrasi (Hasil PPKI)
|
|
1
|
Provinsi Sumatera
|
Teuku Muhammad Hasan
|
2
|
Provinsi Jawa Barat
|
Sutarjo Kartohadikusmo
|
3
|
Provinsi Jawa Tengah
|
R. Panji Suroso
|
4
|
Provinsi Jawa Timur
|
R.M. Suryo
|
5
|
Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara)
|
Mr. I Gusti Ketut Puja
|
6
|
Provinsi Maluku
|
Mr. J. Latuharhary
|
7
|
Provinsi Sulawesi
|
Dr. G.S.SJ. Ratulangi
|
8
|
Provinsi Borneo
|
Ir. Pangeran Muhammad Noer
|
Maklumat Wakil Presiden Moh. Hatta bersama KNIP (16
Oktober 1945):
Menetapkan bahwa KNIP memiliki kewenangan eksekutif dan legislatif, serta
memiliki hak menyusun GBHN.
Maklumat Politik 3 November 1945:
Ditandatangani oleh Wapres Moh. Hatta atas desakan Sutan Sjahrir
(Ketua BP-KNIP).
a. Pemerintah RI menghendaki
munculnya partai-partai politik untuk menjadi media dalam menyalurkan dan
merefresentasikan seluruh aliran dan paham
b. Pemerintah RI menetapkan bahwa pembentukan partai-partai politik telah tersusun sebelum
pemilu pada 1946
Keputusan yang
dihasilkan dalam Rapat Pleno KNIP (25-26 November 1945):
a. Eksistensi dan
Kedudukan dari Komite Nasional
b. Pembentukan
partai-partai politik sebagai wujud dari proses demokratisasi bangsa
c. Penetapan secara
bersama ruang lingkup kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri RI
d. Usulan tentang
proses perubahan pemerintahan lama yang disertai dengan adanya proses
pertanggungjawaban kementrian dan pembentukan susunan dewan kementrian baru
e. Ketetapan tentang
penyusunan dan penyempurnaan terhadap susunan KNIP yang berperan untuk
menjalankan kuasanya pada MPR. Perjalanan kekuasaan ini berlangsung dari sistem
pemerintahan presidensil hingga sistem parlementer
3. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Bidang Militer
Badan-Badan Perjuangan yang tergabung dalam
Komite Van Aksi:
a.
Angkatan Pemuda Indonesia (API)
b.
Barisan Rakyat Indonesia (BARA)
c.
Barisan Buruh Indonesia (BBI)
d.
Barisan Banteng
e.
Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS)
f.
Pemuda Indonesia Maluku (PIM)
g.
Hizbullah dan Sabilillah
h.
Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo)
i.
Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI)
Kesatuan Militer Pelajar dan Mahasiswa:
a.
Tentara Pelajar (TP)
b.
Tentara Genie Pelajar (TGP)
c.
Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP)
Aceh: Angkatan
Pemuda Indonesia (API); BPI (Barisan Pemuda Indonesia) berubah menjadi PRI
(Pemuda Republik Indonesia)
Sumatera: Pemuda Republik Andalas; Pemuda Andalas; Pemuda Republik
Indonesia Andalas Barat
Sulawesi: Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI)
4. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Bidang Hubungan
Pusat dan Daerah
Selain harus
merumuskan dasar negara, bentuk kepemimpinan, dan perangkat negara lainnya,
para pendiri negara juga harus memikirkan cara untuk mengintegrasikan
keanekaragaman bangsa ke dalam satu integrasi, yaitu negara Indonesia.
Struktur
birokrasi terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah.
Pemerintah pusat berperan sebagai pengontrol pemerintahan daerah dan pengawasan
pemerataan pembangunan.
Struktur
birokrasi pada masa awal kemerdekaan masih memiliki beberapa kelemahan
diantaranya adanya distorsi dalam efektivitas penyampaian aspirasi yang
bersifat bertingkat (bottom up) serta distorsi dalam pelaksanaan birokrasi
bersifat top-down.
Para pejabat
birokrasi pada masing-masing level pemerintahan harus melaksanakan fungsi
agrerasi kepentingan dan artikulasi kepentingannya dengan optimal. Struktrur birokrasi pada masa awal kemerdekan ini cukup
efektif dalam menyusun sebuah strategi ekonomi dan hankam antara 1945-1950.
a.
Gubernur-Provinsi
b.
Bupati-Kabupaten
c.
Camat-Kecamatan
d.
Lurah/Kepala Desa-Kelurahan/Desa
- Gejolak Sosial di Berbagai Daerah Pada Awal Kemerdekaan
Gerakan Gangguan Keamanan di Dalam Negeri:
1. Gerakan Darul
Islam / Tentara Islam Indonesia (DI / TII)
Lokasi
|
Pemimpin
|
Latar
Belakang
|
Penanganan
|
Jawa Barat
|
S.M.
Kartosuwiryo
|
Menolak
persetujuan Renville untuk hijrah ke Jawa Tengah dan tidak mengakui lagi RI
|
Operasi
Brata Yudha (1962) dengan taktik Pagar Betis
|
Jawa Tengah
|
Amir Fatah
& Kyai Somolangu
|
23 Agustus
1949, bergabung bersama DI/ TII Kartosuwiryo
|
Operasi Guntur (1954)
|
Aceh
|
Daud
Beureuh
|
Kekecewaan
akibat penurunan status Aceh menjadi keresidenan di provinsi Sumatera Utara
|
Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh (Desember 1962)
|
Sulawesi Selatan
|
Kahar
Muzakar
|
Banyaknya
eks laskar yang gagal dalam nasionalisasi laskar-laskar menjadi APRIS
|
Penumpasan
memerlukan waktu 14 tahun hingga 1965
|
Kalimantan Selatan
|
Ibnu Hadjar
|
1959,
melalui operasi militer, Ibnu Hadjar ditangkap dan dihukum mati (22 Maret 1965)
|
2. Gerakan
Angkatan Perang Ratu Adil
Pemimpin: Kapten Raymond Westerling
Tujuan
(Latar Belakang): Mempertahankan kepentingan Belanda melalui negara boneka
ciptaannya dalam sistem negara federal
Pada 23 Januari 1963, 800 pasukan APRA menyerang Bandung
Penanggulangan: Pemerintah RI menghubungi
pimpinan pasukan Belanda. Sore hari pasukan APRA berhasil dilumpuhkan oleh APRIS. Westerling berhasil lolos
3.
Pemberontakan Andi Aziz
Pemimpin: Kapten KNIL Andi Aziz
Tujuan
(Latar Belakang): Di Makassar terjadi pro-kontra tentang pembubaran (NIT)
Negara Indonesia Timur.
Muncul Kekhawatiran bahwa kedudukan Andi Aziz dan
pengikutnya akan terdesak akibat oleh datangnya pasukan APRIS dari Jawa.
Pagi hari, 5 April 1950 Andi Aziz dan pasukannya
menyerang markas APRIS dan menguasai Makassar. Pasukan Andi
Aziz diberi ultimatum oleh pemerintah pusat namun ditolak.
Penanggulangan: Pengerahan Pasukan gabungan APRIS dipimpin oleh Kol. A.E.
Kawilarang dibantu oleh Letkol Soeharto, Mayor H.V. Worang, Andi Mattalata, dan
Letnan S. Sukowati
4.
Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemimpin: Mr.
Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan
Jaksa Agung NIT)
Tujuan
(Latar Belakang): Setelah NIT bubar, ingin
membentuk pemerintahan sendiri dan lepas dari negara RI
RMS diproklamasikan pada
tanggal 24 April 1950
Penanggulangan: Misi
damai yang dipimpin oleh dr. Leimena ditolak RMS; APRIS melakukan serangan atas 3 grup pasukan:
Mayor
Achmad Wirahadikusumah; Letkol. Slamet Riyadi; Mayor Surjo Subandrio.
5.
Gerakan PRRI-PERMESTA (Pemerintah Revousioner
Republik Indonesia-Perjuangan Rakyat Semesta)
Pemimpin: Letkol Achmad Husein (Dewan Banteng) dan Letkol Ventje Sumual (PERMESTA)
Tujuan
(Latar Belakang): Keprihatinan
terhadap situasi dan kondisi bangsa yang teramat kacau. Kecewa terhadap pemerintah pusat yang
sentralistisdan tidak adil
20 Desember 1956,
Achmad Husein mengambil alih Sumatera Tengah.
2 Maret 1957,
Ventje Sumual memproklamasikan Piagam PERMESTA (Perjuangan Rakyat Semesta).
15 Februari 1958,
Achmad Husein memproklamasikan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.
17 Februari 1958,
Kol. D.J. Somba (Komandan KDMSUT) menyatakan wilayah Sulawesi Utara dan Tengah
bergabung dengan PRRI.
Penanggulangan: Dilakukan MUNAS dan MUNAP (1957), namun tidak berhasil. PRRI-PERMESTA dilumpuhkan pada Agustus 1958 dan
sisa-sisanya pada 1961. 22 Juni 1961,
pemerintah memberikan amnesti dan abolisi.
6.
Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pemimpin: Amir Syarifuddin (Pemimpin FDR/ Front Demokrasi Rakyat); Musso
Tujuan
(Latar Belakang): Adanya ketidakpuasan terhadap
Kabinet Hatta sehingga ingin melakukan revolusi dan
mendirikan negara Sosialis di Indonesia
Di Solo terjadi
bentrok antara simpatian FDR/PKI dengan TNI.
Pada 18 Septeber 1948, FDR/PKI menguasai Madiun dan memproklamasikan berdirinya
Republik Soviet Indonesia.
Penanggulangan: Dilakukan operasi penumpasan oleh TNI yang dipimpin oleh Kol. A.H.
Nasution
- Perkembangan Situasi Politik dan Kenegaraan Indonesia di Awal Kemerdekaan
1. Keragaman
Ideologi Partai Politik di Indonesia
Golongan Partai Politik Berhaluan Nasionalis
Napas pergerakan kelompok-kelompok nasionalisme
pada dasarnya berfokus pada perjuangan kebebasan intelektual yang akan membawa
suatu negara kepada kemakmuran dan kesejahteraan
Gerakan nasionalisme di Indonesia diwakili oleh
PNI (Partai Nasional Indonesia) yang berdiri pada 29 Januari 1946
PNI adalah gabungan Partai Rakyat Indonesia
(PRI), Serikat Rakyat Indonesia dan Gerakan Republik Indonesia dengan dipimpin
oleh Sidik Djojosukarto
Golongan Partai Politik Berhaluan Agama
a. Islam
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), 7 November 1945. Dipimpin oleh Dr. Soekiman
Wirjosandjojo; Nahdlatul Ulama
(NU), 1926
b. Kristen
Protestan
Partai Kristen Indonesia (Parkindo), 10 November 1945. Dipimpin oleh Ds. Probowinoto
c. Kristen
Khatolik
d. Partai Katolik
Republik Indonesia (PKRI), 8 Desember 1945. Dipimpin oleh I.J. Kasimo
Golongan Partai Politik Berhaluan
Sosialis-Komunis
Nama Partai
|
Waktu Pendirian
|
Pemimpin
|
Partai Komunis Indonesia (PKI)
|
7 November 1945
|
Mr. Moh. Yusuf
|
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
|
17 Desember 1945
|
J.B. Assa
|
Partai Sosialis
Indonesia (PSI)
|
10 November 1945
|
Mr. Amir Syarifuddin
|
Partai Buruh
Indonesia (PBI)
|
8 November 1945
|
Nyono
|
Partai Rakyat
Sosialis (PRS)
|
20 November 1945
|
Sutan Sjahrir
|
Partai Rakyat
Jelata
|
8 November 1945
|
Sutan Dewanis
|
2. Hubungan
antara Keragaman Partai Politik dan Perubahan Otoritas Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP)
Kinerja BP-KNIP kemudian menghasilkan Maklumat
Politik 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat inilah yang menjadi awal dari adanya
otoritas mutlak KNIP untuk membentuk sebuah kebijakan yang efek cakupannya
bersifat nasional, dan setara dengan kebijakan yang dibuat oleh Presiden.
Otoritas KNIP yang pada awalnya hanya bertugas
untuk membantu kinerja presiden, telah beralih kepada kekuasaan mutlak untuk
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang selayaknya dimiliki oleh Presiden RI
menurut UUD 1945.
3. Hubungan
antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga Kepresidenan
Terdapatnya keragaman ideologi yang terbagi ke dalam golongan nasionalis,
agama, dan sosialis-komunis pada awal kemerdekaan mengandung implikasi yang
signifikan terhadap struktur kepemimpinan negara.
Perubahan otoritas KNIP dan munculnya berbagai partai politik di Indonesia
menjadi dua katalisator utama terhadap perubahan struktur kekuasaan
pemerintahan.
Susunan kabinet pertama yang dibentuk pada 2 September 1945 pada dasarnya
mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia.
Nasionalis: Ir. Soekarno,
Achmad Subardjo
Agama: Wachid
Hasyim, Abikusno Cokrosujoso
Sosialis-Komunis: Sutan
Sjahrir, Amir Syarifuddin